The Prince Journey

"Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk nenantikan saat anak-anak Allah (Lare Gusti - Jawa) dinyatakan". (Roma 8:19)

Kisah Kesetian, Inspirasi Natal


Los Felidas adalah nama sebuah jalan di salah satu ibu kota negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota . Ada sebuah kisah Natal yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang,

Cerita ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa IA bukan penduduk asli kota itu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya. Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, Tidak sampai setahun di kota itu, mereka sudah kehabisan seluruh uangnya,


Hingga suatu pagi mereka menyadari akan tinggal dimana malam nanti dengan tidak sepeserpun uang Ada dikantong. Padahal mereka sedang menggendong seorang bayi berumur satu tahun. Dalam keadaan panik Dan putus ASA, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya Dan tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing dari sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.


Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang untuk mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak malam nanti Kita akan tidur disini." Setelah mencium bayinya IA pergi. Dan itu adalah kata2nya yang terakhir karena setelah itu IA tidak pernah kembali. Tak seorangpun yang tahu dengan pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika.


Selama beberapa Hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, Dan bila malam menjelang ibu Dan anaknya tidur diemperan toko itu. Pada Hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, Dan jadilah mereka pengemis disana selama 6 bulan berikutnya.


Pada suatu Hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit Dan memutuskan untuk bekerja. Persoalan nya adalah di mana IA harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, Dan tampak amat cantik. Keliahatan nya tidak Ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu Dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka.



Suatu pagi IA berpesan pada anaknya, agar IA tidak pergi kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau yang menawarkan gula-gula. Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. "Dalam beberapa Hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, Dan Kita tidak lagi tidur dengan angin dirambut Kita".

Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, Dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya, di sebelahnya

IA meletakkan sepotong roti, kemudian, dengan Mata basah ibu itu menuju kepabrik sepatu, dimana IA bekerja sebagai pemotong kulit. Begitulah kehidupan mereka selama beberapa Hari, hingga dikantong sang Ibu. Kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh tsb.


Dengan suka cita sang Ibu menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, membayar uang muka sewa kamarnya.

Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota . Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya Dan membawanya kesebuah rumah mewah dipusat kota .

Disitu gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun. Suami istri dokter tsb memberi nama anak gadis itu Serrafona, mereka memanjakannya dengan amat sangat.

Di tengah-tengah kemewahan istana gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi Dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, Dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun IA pergi. Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, Dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat.


Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif digereja, Dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian

Setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih, yang bernama Geraldo. Setahun setelah perkawinan mereka, ayahnya wafat, Dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan Dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga Dan istana yang paling megah di kota itu.


Menjelang Hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang Ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, Dan di laci meja kerja ayahnya, IA menemukan selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, Dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar Dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian IA membuka lemarinya sendiri, Dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu tampak sesuatu yang terbungkus oleh kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan Dan bukan terbuat dari emas murni.



Almarhum ibu memberinya benda itu dengan pesan untuk tidak menghilangkan nya. Ia sempat bertanya, kalau itu anting, dimana pasangannya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting itu didekat foto. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri.

Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, dengan senyum yang dibuat-buat, belum pernah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanya annya, kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya.


Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya Dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dingin sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.



Matanya basah ketika ia keluar dari kamar Dan menghampiri suaminya, "Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkin kah ibu sekarang masih Ada di jalan setelah 25 tahun?" Ini semua adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, penerbit surat kabar Dan kantor catatan sipil. Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.


Bulan demi bulan telah berlalu, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya.

Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu dinegeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian.

Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang.

Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian. Saat itu waktu sudah memasuki masa menjelang Natal .

Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus, Dan bahkan untuk kasus Serrafona-pun, orang tidak lagi menaruh perhatian utama. Melihat pohon-pohon terang mulai menyala disana-sini, mendengar lagu-lagu Natal mulai dimainkan ditempat-tempat umum, Serrafona menjadi amat sedih.

Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan hari lahirmu, tapi ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup ini 'temukan saya dengan ibu' ".


Tuhan mendengarkan doa itu.



Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan

Ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ketempat wanita itu berada, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang,


Malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik, mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa Ibunya masih hidup dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.


Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka. "Tuhan Maha Kasih nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu nyonya, hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak terlalu banyak lagi." Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh Dan banyak angin. Rumah-rumah disepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.


Tubuh Serrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. "Cepat, Serrafonna, mama menunggumu, sayang". Ia mulai berdoa: "Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja untuknya".

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil masih berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka.

Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan".



Ketika mereka masuk dibelokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas, panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak.


Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya Dan 3 mobil polisi, di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi tempat itu.

"Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang.

Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun dari Mobil, suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya.

"Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu."

Serrafona memandang tembok dihadapannya, dan ingatan semasa kecilnya kembali menerawang saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan kembali terlintas bayangan ketika IA mulai belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya.

Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

"Tuhan", ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, "Beri kami sehari,Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Sehingga mama tidak sia-sia pernah merawat saya".

Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu kedadanya, wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri disaat ia masih muda.

"Mama....", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang selama ini ditunggunya tiap malam dan seiap hari - antara sadar Dan tidak kini menjadi kenyataan.

Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas, dengan perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk Dan menyadari bahwa itulah pasangan anting yang selama ini dicarinya dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

"Mama, saya tinggal di istana dengan makanan enak setiap hari. Mama jangan pergi, Kita bisa lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur apapun juga........ Mama jangan pergi....... ."

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan..... satu jam saja.......satu jam saja....."

Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.

Kisah Natal: Boneka untuk adikku


* Hari terakhir sebelum Natal, aku terburu-buru ke supermarket untuk membeli hadiah2 yang semula tidak direncanakan untuk dibeli. Ketika melihat orang banyak, aku mulai mengeluh: "Ini akan makan waktu selamanya, sedang masih banyak tempat yang harus kutuju" "Natal benar2
semakin menjengkelkan dari tahun ke tahun. Kuharap aku bisa berbaring, tidur, dan hanya terjaga setelahnya" Walau demikian, aku tetap berjalan menuju bagian mainan, dan di sana aku mulai mengutuki harga-harga, berpikir apakah sesudahnya semua anak akan sungguh-sungguh bermaindengan mainan yang mahal.

* Saat sedang mencari-cari, aku melihat seorang anak laki2 berusia sekitar 5 tahun, memeluk sebuah boneka. Ia terus membelai rambut boneka itu dan terlihat sangat sedih. Aku bertanya-tanya untuk siapa boneka itu. Anak itu mendekati seorang perempuan tua di dekatnya: 'Nenek, apakah engkau yakin aku tidak punya cukup uang?' Perempuan tua itu menjawab: 'Kau tahu bahwa kau tidak punya cukup uang untuk membeli boneka ini, sayang.' Kemudian Perempuan itu meminta anak itu menunggu di sana sekitar 5 menit sementara ia berkeliling ke tempat lain. Perempuan itu pergi dengan cepat. Anak laki2 itu masih menggenggam boneka itu di tangannya.

* Akhirnya, aku mendekati anak itu dan bertanya kepada siapa dia ingin memberikan boneka itu.'Ini adalah boneka yang paling disayangi adik perempuanku dan dia sangat menginginkannya pada Natal ini. Ia yakin Santa Claus akan membawa boneka ini untuknya' Aku menjawab mungkin Santa Claus akan membawa boneka untuk adiknya, dan supaya ia jangan khawatir. Tapi anak laki2 itu menjawab dengan sedih 'Tidak, Santa Claus tidak dapat membawa boneka ini ke tempat dimana adikku berada saat ini. Aku harus memberikan boneka ini kepada mama sehingga mama dapat memberikan kepadanya ketika mama sampai di sana.' Mata anak laki2 itu begitu sedih ketika mengatakan ini 'Adikku sudah pergi kepada Tuhan. Papa berkata bahwa mama juga segera pergi menghadap Tuhan, maka kukira mama dapat membawa boneka ini untuk diberikan kepada adikku.' Jantungku seakan terhenti.

* Anak laki2 itu memandangku dan berkata: 'Aku minta papa untuk memberitahu mama agar tidak pergi dulu. Aku meminta papa untuk menunggu hingga aku pulang dari supermarket.' Kemudian ia menunjukkan fotonya yang sedang tertawa. Kamudian ia berkata: 'Aku juga ingin mama membawa foto ini supaya tidak lupa padaku. Aku cinta mama dan kuharap ia tidak meninggalkan aku tapi papa berkata mama harus pergi bersama adikku.' Kemudian ia memandang dengan sedih ke boneka itu dengan diam.

* Aku meraih dompetku dengan cepat dan mengambil beberapa catatan dan berkata kepada anak itu. 'Bagaimana jika kita periksa lagi, kalau2 uangmu cukup?' 'Ok' katanya. 'Kuharap punyaku cukup.' Kutambahkan uangku pada uangnya tanpa setahunya dan kami mulai menghitung. Ternyata cukup untuk boneka itu, dan malah sisa. Anak itu berseru: 'Terima Kasih
Tuhan karena memberiku cukup uang' Kemudian ia memandangku dan menambahkan: 'Kemarin sebelum tidur aku memohon kepada Tuhan untuk memastikan bahwa aku memiliki cukup uang untuk membeli boneka ini sehingga mama bisa memberikannya kepada adikku. DIA mendengarkan aku. Aku juga ingin uangku cukup untuk membeli mawar putih buat mama, tapi aku tidak berani memohon terlalu banyak kepada Tuhan. Tapi DIA memberiku cukup untuk membeli boneka dan mawar putih.' 'Kau tahu, mamaku suka mawar putih'

* Beberapa menit kemudian, neneknya kembali dan aku berlalu dengan keretaku. Kuselesaikan belanjaku dengan suasana hati yang sepenuhnya berbeda dari saat memulainya. Aku tidak dapat menghapus anak itu dari pikiranku. Kemudian aku ingat artikel di koran lokal 2 hari yang lalu, yang menyatakan seorang pria mengendarai truk dalam kondisi mabuk dan menghantam sebuah mobil yang berisi seorang wanita muda dan seorang gadis kecil. Gadis kecil itu meninggal seketika, dan ibunya dalam kondisi kritis. Keluarganya harus memutuskan apakah harus mencabut alat penunjang kehidupan, karena wanita itu tidak akan mampu keluar dari kondisi koma. Apakah mereka keluarga dari anak laki2 ini?

* 2 hari setelah pertemuan dengan anak kecil itu, kubaca di koran bahwa wanita muda itu meninggal dunia. Aku tak dapat menghentikan diriku dan pergi membeli seikat mawar putih dan kemudian pergi ke rumah duka tempat jenasah dari wanita muda itu diperlihatkan kepada orang2 untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum penguburan. Wanita itu di sana, dalam peti matinya, menggenggam setangkai mawar putih yang cantik dengan foto anak laki2 dan boneka itu ditempatkan di atas dadanya. Kutinggalkan tempat itu dengan menangis, merasa hidupku telah berubah selamanya. Cinta yang dimiliki anak laki2 itu kepada ibu dan adiknya, sampai saat ini masih sulit untuk dibayangkan. Dalam sekejap mata, seorang pria mabuk mengambil semuanya dari anak itu.

Gadis Penjual Apel


Beberapa tahun lalu sebuah grup salesman menghadiri sebuah konfrensi di Chicago. Mereka telah berjanji kepada istri masing-masing akan tiba di rumah pada hari Jumat malam untuk makan malam bersama. Hal ini membuat mereka terburu-buru mengejar pesawat mereka sambil membawa koper-kopernya. Namun saat menuju tempat boarding pass tanpa sengaja salah seorang salesman itu menyenggol sekotak apel yang dijajakan. Apel-apel itu berhamburan kemana-mana. Namun para salesman itu tetap bergegas mengejar pesawat mereka, karena jika tidak maka mereka akan terlambat.
Tapi satu orang diantara mereka berhenti. Dia berhenti sejenak dan mengambil nafas dalam-dalam, dia mencoba mendengarkan suara hatinya, dan ia merasakan belas kasihan pada gadis yang menjual apel-apel itu. Dia segera memberitahu teman-temannya untuk berangkat tanpa dirinya, dia meminta salah satu dari mereka untuk menghubungi istrinya bahwa ia akan terlambat pulang. Pria itu kemudian kembali ke terminal dimana apel-apel tadi berhamburan ke lantai.
Pria itu bersyukur telah membuat keputusan yang benar. Gadis penjual apel itu ternyata buta! Gadis itu menangis, dan rasa frustasi terlihat jelas diwajahnya. Dia mencoba meraba-raba mencari apel-apelnya. Ia berseru meminta pertolongan untuk mengumpulkan barang dagangannya, namun tidak seorang pun yang peduli.
Salesman itu berlutut memunguti apel itu bersama gadis itu, setelah mengumpulkannya, ia membantu menatanya kembali di meja. Saat ia melihat banyak diantara apel itu yang rusak, ia memisahkannya. Saat telah selesai, ia berkata kepada gadis itu, “Ini uang 40 dolar, tolong ambil ini untuk mengganti kerusakan yang terjadi. Apakah kamu baik-baik saja?”
Gadis itu menghapus air matanya.
Pria itu kemudian berkata, “Aku harap apa yang kami lakukan tidak merusak harimu sedemikian buruk.”
Ketika pria itu hendak pergi meninggalkan gadis buta itu, gadis itu memanggilnya kembali.
”Tuan..” Pria itu berbalik menatap gadis itu.
”Apakah engkau Yesus?” tanya gadis itu.
Pria itu hanya tertegun dan tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Perlahan dia pergi ke arah penjual tiket untuk pulang kerumahnya dengan pesawat selanjutnya. Namun pertanyaan gadis itu terus terdengar di telinganya, “Apakah engkau Yesus?”
Banyak orang di dunia ini seperti gadis itu, mereka dalam keadaan buta dan membutuhkan pertolongan. Namun kita yang telah dicelikkan oleh Yesus Kristus jarang yang mau berhenti sejenak dan menolong mereka. Jika kita menyatakan mengenal Yesus, seharusnya kita berjalan dan hidup sebagaimana Yesus hidup. Sehingga ketika kehidupan seseorang bersentuhan dengan hidup kita, dia dapat merasakan kasih Yesus itu. Sudahkah hidup kita mencerminkan kehidupan Yesus?

Kisah Seorang Pelukis


Suatu hari seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan dipamerkan pada saat pernikahan Putri Diana. Ketika menyelesaikan lukisannya ia sangat senang dan terus memandangi lukisannya yang berukuran 2×8 m. Sambil memandangi, ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat ke belakang. Ia terus berjalan mundur dan di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia bisa mengakhiri hidupnya.
Seseorang melihat pemandangan tersebut dan bermaksud untuk berteriak memperingatkan pelukis tersebut, tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut malah bisa jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. Kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak. Tentu saja pelukis tersebut sangat marah dan berjalan maju hendak memukul orang tersebut. Tetapi beberapa orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.
Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari indah yang kita idamkan. Tetapi kadangkala rencana itu tidak bisa terlaksana karena Tuhan punya maksud lain yang lebih baik. Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap TUHAN atau juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui TUHAN selalu menyediakan yang terbaik. Dia melihat segala apa yang tidak kita lihat.

Cinta Yang Tak Berkesudahan


Ada seorang pria yang memiliki kekasih yang sangat dicintainya dengan sepenuh hati. Apapun dilakukan demi menunjukkan rasa cintanya pada permata hatinya ini. Suatu saat, pria ini berkata kepada kekasihnya, “Kekasihku, aku akan memberikan apapun yang kamu minta, asalkan aku menilai hal itu baik buatmu. Karena aku tidak ingin melihat engkau kecewa dengan pilihanmu yang salah”.
Hari demi hari berlalu mengiringi perjalanan cinta mereka. Pria ini tak pernah memalingkan hatinya atau melupakan kekasihnya. Sementara sang wanita merasa berbahagia memiliki pria ini. Hingga suatu hari, wanita ini meminta sesuatu dari kekasihnya. Dia menginginkan sebuah kalung dengan berlian pada liontinnya. Ketika pia ini mendengar permintaan kekasihnya, dia menolak. Dia berkata, “Kekasihku, bukannya aku tidak mau atau tidak bisa membelikanmu kalung itu. Tapi sangat berbahaya bila engkau memakai kalung itu. Bila ada orang yang gelap mata, dia akan merampas kalung itu dan kalau itu terjadi, bukan hanya kamu yang celaka, aku juga akan sangat menderita melihatmu seperti itu. Aku hanya tidak mau kamu mendapat celaka”. Tapi kekasihnya terus meminta kalung itu dan tidak mau mendengar nasehatnya. Akhirnya kalung itu pun dibeli dan dipakai oleh sang wanita.
Selang beberapa hari, apa yang ditakutkan oleh pria ini benar-benar terjadi. Ada 2 orang penjahat yang merampas kalung itu saat kekasihnya sedang mengendarai motor. Kalung itu pun terampas dan wanita ini terjatuh dari motornya. Mendengar berita ini, si pria langsung menemui kekasihnya, membawanya pulang dan mengobati lukanya. Dengan menangis, pria ini berkata, “Mengapa engkau tidak mau menuruti kata-kataku? Engkau mendapat celaka seperti ini, aku merasa sepuluh kali lebih sakit daripadamu”. Wanita ini menangis, dia menyesal dan berkata, “Maafkan aku, aku bersalah padamu karena tidak mendengar perkataanmu dan menuruti keinginanku sendiri. Aku menyesal. Maukah engkau memaafkan aku?”. Dengan penuh cinta kasih pria ini memeluk kekasihnya dan berkata, “Aku memaafkanmu sejak tadi. Aku bahagia karena aku bisa memelukmu dalam keadaan engkau masih hidup. Mulai sekarang, turutilah perkataanku karena aku tidak pernah akan membiarkanmu celaka”. Kekasihnya mengangguk dan mereka menangis bahagia…
SOBAT.. Bukankah cerita itu mirip dengan hidup kita sehari-hari yang kita lewati bersama TUHAN? Tuhan adalah pria itu dan kita adalah sang wanita. Ketika awal kita mengenal DIA, kita berkobar-kobar dan melalui setiap detik dalam hidup dengan bahagia. Tetapi dengan berjalannya waktu, saat kita menginginkan sesuatu dan memohon padaNYA, seringkali permohonan kita tidak sesuai dengan kehendak TUHAN. Tapi kita terus memaksa dan merengek seperti anak kecil. Saat TUHAN benar-benar mengabulkan permohonan kita, belum tentu itu baik buat kita. Malah bisa-bisa kita kecewa karena menuruti keinginan kita sendiri. Saat itu terjadi, barulah kita ingat padaNYA, kita menyesal dan minta ampun.
Beruntunglah karena kita memiliki ALLAH yang Maha Pengampun. Dia tidak pernah menolak bila kita memohon ampun atas semua kesalahan dan kekerasan hati kita.
TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Tetapi seringkali kita yang meninggalkanNYA. Dan apa yang DIA lakukan? Denga sabar DIA menunggu kita kembali padaNYA.
SOBAT, ingatlah :
Saat kita berhenti melangkah jauh dariNYA, maka DIA tersenyum…
Saat kita menoleh padaNYA, maka DIA tertawa…
Saat kita berbalik padaNYA, maka DIA membuka kedua tanganNYA…
Saat kita melangkah 1 Langkah ke arahNYA, maka DIA akan BERLARI 1000 LANGKAH MENGHAMPIRI KITA….
Sungguh cintaNYA pada kita takkan pernah berkesudahan..