Kesaksian Pdt. Samuel Irwan – AIRMATAKU (tidak lagi) MENJADI MAKANANKU
Lesu aku karena mengeluh, setiap malam aku menggenangi tempat tidurku,dengan air mataku aku membanjiri ranjangku.(Mazmur 6:7)
Yaah…. air mata identik dengan masalah, kesesakan dan kesedihan hati.
Kita sering mengasosiasikan orang yang sedang menangis sebagai orang
yang sedang menderita, walaupun ada juga air mata bahagia…, karena
saking terharunya atas suatu peristiwa yang membahagiakan hati. Tapi
memang lebih banyak air mata keluar dikarenakan penderitaan.
Bani Korah menuliskan mazmur yang menunjukkan kesesakan hatinya, Air
mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang
berkata kepadaku, “Di mana Allahmu?” (Mazmur 42:4a)
sampai-sampai air mata terus mengalir tiada henti-hentinya…
Masyarakat sering menganggap orang yang mudah menangis adalah orang
yang lemah hati, bahkan ada ajaran tak tertulis “Anak laki-laki sejak
kecil harus diajarkan tidak boleh menunjukkan air matanya di depan orang
lain”, karena terkesan lemah dan tidak jantan…
Sampai suatu hari untuk pertama kalinya…. yaaah untuk pertama kalinya
saya menyadari, ‘betapa beruntungnya saya masih punya air mata ‘ .
Betapa beruntungnya teman-teman , karena teman-teman masih bisa
menangis…..
A MAN WITHOUT TEARS
Pdt. Samuel Irwan - Saat ini - a Man Without Tears
Tanggal 14 Januari 2010 saya mendengarkan langsung kesaksian Pdt Samuel Irwan. Suatu kesaksian yang mengharu-biru.
Beliat pernah terkena penyakit kulit maha dahsyat yang sekarang
meninggalkan jejak di matanya. Tidak bisa menangis lagi karena kelenjar
air matanya sudah mampet akibat penyakit yang dialaminya. Melihat
penampilan beliau ketika berkotbah, sepintas tidak ada perbedaan dengan
orang lain pada umumnya, kecuali mata yang kelihatan agak basah …
Menelusuri kesaksiaannya, jelas sekali panggilan beliau adalah
sebagai hamba Tuhan. Samuel Irwan, sejak umur 14 tahun sudah melayani
Tuhan, dan setahun kemudian sudah menjadi pengkhotbah cilik. Setamat
SMA, Samuel Irwan melanjutkan pendidikan di Sekolah Theologia STT
Tawangmangu. Di sekolah inilah Samuel Irwan mengalami pembentukan
karakter lebih lagi, dan sebelum lulus Samuel Irwan bernazar, kelak akan
melayani Tuhan sepenuh waktu, di manapun Tuhan akan mengutus dan
menempatkannya.
TEMPAT MULAI MENJALANI NAZAR
Rumah Tinggal waktu Melayani
Setelah lulus dari STT Tawangmangu, tahun 1993 Samuel Irwan menjalani
masa praktek dan ditempatkan di Kecamatan Mangkupalas, Samarinda,
Kalimantan Timur. Di tempat inilah ia mulai menjalani kehidupan sebagai
hamba Tuhan sepenuh waktu. Semua dijalani dengan sukacita dan penuh
semangat walaupun harus meninggalkan kehidupan nyaman di Surabaya dan
menjalani kehidupan yang
berat di Kalimantan dengan persembahan kasih yang sangat kecil. Hanya Rp 80.000 per bulan.
Tinggal di rumah yang sangat sederhana, banyak tikus berkeliaran,
mengepel rumah, mencuci pakaian dan piring di parit, membersihkan
gereja, melayani sebagai pengerja di gereja adalah kegiatan yang
dijalaninya hari demi hari. Tidak terasa sudah dijalani selama 2 tahun.
MERALAT NAZAR
Foto Pernikahan
“Bagaimana saya bisa berumah tangga dengan kehidupan ekonomi yang minim seperti ini? Mana ada yang mau jadi istri saya?
Mana ada orang tua yang mau memberikan anak perempuannya kepada saya? Bagaimana saya bisa menghidupi keluarga saya?”
Berbagai pertanyaan dan keluhan mulai menyesakkan hatinya di
tengah-tengah kerinduan untuk mulai membina rumah tangga. Dan hatinya
memang sudah mulai terpaut dengan seorang gadis cantik yang dikenalnya
di pertandingan vocal group di sebuah gereja di Samarinda. Samuel Irwan
mulai memikirkan untuk tidak lagi menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu.
Apalagi banyak testi anak-anak Tuhan yang sukses dalam pekerjaan tapi
juga tetap setia melayani Tuhan, membuat ia memutuskan berhenti jadi
fulltimer dan mulai melamar pekerjaan sekuler.
Ketika gembala sidang bertanya tentang nazarnya, Samuel Irwan
berkata, “Saya meralat nazar saya.” Airmata dan perkataan gembala
sidang, “Gereja memang nggak bisa memberikan gaji besar, tapi Tuhan
mampu pelihara hidupmu…..” tidak mampu
menghentikan tekad Samuel Irwan untuk berhenti jadi fulltimer gereja.
Berbekal ijazah SMA, kemampuan komputer dan Inggris, tahun 1995,
Samuel Irwan diterima bekerja di sebuah perusahaan kayu. Benar-benar
mulai dari posisi bawah , hanya sebagai operator radio. Karena
keuletannya dalam bekerja dan kemampuannya di bidang komputer, hanya
dalam waktu 5 bulan ia diangkat menjadi kepala produksi log di
perusahaan kayu itu.
Berkat finansial mulai mengalir dengan deras sehingga bisa mengontrak
rumah, membeli perabotan, sepeda motor membuatnya yakin berada di track
yang benar.
Menikah dengan Erna S. Tjandra, di tahun 1996 dan dikaruniakan
seorang putri setahun berikutnya membuat kebahagiannya semakin lengkap.
Kedudukan tinggi di perusahaan, punya istri, anak, rumah, kendaraan.
What else could make him happier?
Kalau dulu saat ingin bekerja di dunia sekuler, Samuel Irwan berkata
kepada Tuhan, akan melayani Tuhan sambil bekerja, sekarang keinginan
melayani sudah tidak prioritas lagi. Peringatan dari hamba-hamba Tuhan
yang mengingatkan akan nazarnya tidak diindahkan.
Sampai…….
STEVENS-JOHNSON SYNDROM (SJS)
2 Januari 1998, Samuel Irwan merasakan keluhan masuk angin, demam,
tenggorokan sakit dan mata merah. Sepertinya sakit biasa. Berobat ke
dokter mata, dan diberikan paracetamol untuk menurunkan demam. Keesokan
harinya, ternyata demam tidak kunjung turun juga, malah mulai timbul
bintik-bintik merah pada lengannya. Telapak tangan dan kaki terasa sakit
dan nyeri jika memegang atau menginjak suatu benda keras.
Berinisiatif sendiri untuk pergi ke dokter umum dan diresepkan obat
pembunuh virus Zoter 400mg karena menurut diagnosa dokter ia terkena
infeksi virus ditambah dengan obat penurun panas. Samuel tidak
menceritakan kepada dokter umum itu bahwa ia juga diberi beberapa jenis
obat oleh dokter mata. Selain itu ia juga membeli beberapa obat flu
bebas dan jamu, apa saja yang menurut pengetahuannya bisa menyembuhkan
gejala-gejala yang dialaminya. Setibanya di rumah, Samuel Irwan meminum
semua obat dari kedua dokter tersebut, ditambah obat bebas yang dibeli
sendiri, semua dengan dosis yang tertulis, karena ingin cepat sembuh.
Akibatnya sungguh mengerikan karena mencampur sendiri beberapa jenis
obat tersebut. Bintik-bintik merah itu mulai melepuh dan gosong, dan
mulai merambat sampai ke dada, tengkuk, leher, muka dan kondisi mata
semakin memburuk, semakin merah. Kerongkongan, rongga mulut dan lidah
juga melepuh. Tidak cukup sampai di situ, kondisi ini semakin tambah
parah karena di
kulit seperti ada air dan nanah yang membusuk.
Dirujuk
ke RS di Samarinda, 7 Januari 1998 Samuel Irwan menjalani rawat inap.
Salah seorang anggota tim dokter yang menangani, seorang dokter kulit
mengatakan bahwa Samuel Irwan mengidap penyakit Stevens-Johnson Syndrome
(SJS) stadium 3.
Kondisi tubuh Samuel Irwan saat itu seperti orang yang terkena luka
bakar 80%. Semua bagian tubuh tidak ada yang terluput; melepuh, gosong,
dan bernanah, dari kepala sampai ujung kaki, kecuali paha dan betis.
DI BATAS AKHIR KEKUATAN
Samuel
Irwan mengingat masa itu, “Kalau sedang tidur dengan posisi miring, dan
tidak hati-hati dan pelan-pelan menggerakkan wajah ke posisi lain, maka
kulit muka akan tercuil dan lengket di seprei. Pediihhh sekali…..”
Demam juga tidak kunjung turun, sampai 42 derajat Celcius, sehingga
kalau sedang menggigil ranjang bergoncang dengan kerasnya seperti sedang
gempa bumi. Harus dimasukkan ke ruang isolasi, bukan karena SJS ini
adalah penyakit menular, tetapi karena takut penyakit pasien lain
menular kepada Samuel Irwan yang dapat memperburuk keadaannya.
Suatu hari mata yang selalu merah itu seperti kelilipan dan Samuel
meminta suster untuk menyiram matanya dengan boorwater. Ketika bangun
tidur, bukannya jadi baikan, ternyata malah kedua belah mata jadi putih
semua, seperti ditutupi kertas HVS putih.
Samuel Irwan sangat marah kepada para dokter dan suster yang
merawatnya. Dan juga sangat marah kepada Tuhan, “Tuhaaaan….. saya butuh
mata ini untuk bekerja…..”
Saat di batas akhir kekuatannya, saat mata tidak lagi bisa dipakai untuk melihat, Samuel Irwan minta pengampunan kepada Tuhan.
HE JUST WANTED ME TO TURN BACK TO HIM
Dokter
di Samarinda semuanya sudah angkat tangan dan merujuk Samuel Irwan ke
rumah sakit di Surabaya . Malam sebelum keberangkatan ke Surabaya ,
Samuel Irwan menyadari panggilannya kembali. Ia memanggil gembala
sidangnya yang dulu, untuk berdoa minta ampun karena lari dari Tuhan.
Saat itu Samuel Irwan berjanji jika Tuhan masih beri kemurahan untuk
hidup
maka ia akan melayani Tuhan sepenuhnya kembali.
Dengan bantuan seorang gembala GBI di Samarinda, Samuel Irwan dibawa
ke Surabaya . Kondisi Samuel saat itu tidak bisa berjalan lagi karena
kaki juga melepuh. Saat akan naik tangga pesawat, karena tidak bisa
berjalan, seorang portir
yang tidak mengetahui penyakitnya, berusaha menolong dengan
menggendong Samuel ke kabin pesawat. Gerakan tiba-tiba mengangkat Samuel
yang sedang duduk di kursi roda, membuat kulitnya robek tertarik, dan
Samuel menjerit keras sekali. Perjalanan yang sangat tidak mudah untuk
sebuah harapan kesembuhan.
WALAUPUN TIADA DASAR UNTUK BERHARAP
Tim dokter yang menerima di Surabaya sangat kaget melihat kondisi
tubuh Samuel Irwan. Mereka tidak menyangka kondisi Samuel sudah begitu
parah sekali. Sebelumnya mereka pernah menangani pasien yang mengidap
sakit SJS ini dengan kondisi hanya sepertiga dari kondisi Samuel. Pasien
ini akhirnya meninggal dunia, …. apalagi Samuel?
Saat baju dibuka untuk dirontgen, kulit punggung kembali robek. Warna
yang putih dipunggung adalah daging yang kelihatan akibat kulit
tersobek, dan warna merah adalah darah yang keluar.
Detail hasil rontgen: lambung, pankreas, liver, bagian-bagian dalam
tubuh, semuanya rusak. Sehingga diperkirakan Samuel hanya bisa bertahan 3
minggu. Karena sudah menjalani penyakit SJS ini sejak 2 Januari 1998,
maka diperkirakan Samuel Irwan hanya bisa bertahan sampai 23 Januari
1998. Sehingga diminta untuk segera menghadirkan istrinya ke Surabaya ,
membawa anak mereka yang baru berusia 2 bulan.
Seorang dokter kulit lulusan Jerman berkata, kalaupun Samuel bisa
sembuh dari penyakit SJS ini, perlu 2 tahun untuk recovery kondisi
kulitnya untuk kembali seperti semula. Dokter mata, yang juga lulusan
Jerman berkata, kalaupun sembuh, akan buta
selamanya, tidak ada lagi harapan untuk mata Samuel.
Tiada dasar untuk berharap, namun Samuel Irwan tetap berharap kepada
Tuhan seperti Abraham dalam kitab Roma, Sebab sekalipun tidak ada dasar
untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan
menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah
banyaknya nanti keturunanmu.”
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya
sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan
bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak
bimbang karena ketidakpercayaan,
malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan
penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah
Ia janjikan.
(Roma 4:18-21)
“A VIRTUOUS WOMAN ‘ S PRICE IS FAR ABOVE RUBIES”
Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata.
(Amsal 31:10)
Ayat ini layak ditujukan kepada Erna Tjandra, istri dari Samuel
Irwan, yang dengan tekun merawat suaminya. Tidak pernah sekalipun
menunjukkan kejijikan kepada suami yang sudah sangat hancur tubuhnya.
Dengan kondisi yang sudah sangat berbau busuk dan amis, tidak pernah
sekalipun Erna masuk ke ruangan isolasi dengan memakai masker. Tidak
pernah sekalipun. Dengan setia ia merawat borok-borok di tubuh Samuel,
menyikat gigi Samuel dengan jari-jarinya, membersihkan kotoran di
ranjang, semua dilakukan tanpa mengeluh dan selalu tersenyum.
Semua dilakukan dengan kasih. She showed us an unconditional love.
Tidak terkira impartasi kekuatan yang diberikannya kepada sang suami
yang sedang berjuang melawan maut. Erna berkali-kali menguatkan Samuel
untuk tetap berharap kepada Tuhan.
PENDERITAAN TAK BERUJUNG ?
Rutinitas
pengobatan Samuel setiap hari juga menjadi rutinitas penderitaannya.
Tubuh yang sudah melepuh, gosong, bernanah itu setiap hari harus diberi
salep dan diperban. Esok paginya perban itu harus diganti. Ketika perban
dibuka maka kembali
kulitnya sobek dan menempel di perban tsb. Sakit sekali, dan harus
dijalani selama 1,5 jam dari pukul 9 pagi sampai 10.30 siang. Setiap
hari selama 1,5 jam berteriak-teriak kesakitan. Demikian juga ketika
seprei akan diganti. Kembali kulit akan tersobek dan lengket di sprei.
Dukungan dari istri dan pihak keluarga Samuel Irwan sangat besar
sekali. Tak henti-hentinya mereka berdoa puasa rantai memohon kemurahan
Tuhan untuk menyembuhkan Samuel.
Tapi keadaan Samuel bukannya membaik, malah bertambah parah. Ke 20
kuku di jari-jarinya copot satu persatu, telapak tangan dan kaki
menggelembung berisi air, telinga dan hidung melepuh mengeluarkan darah.
Berat badan turun dari 68 kg menjadi 43 kg. Sistem reproduksi juga
diserang sehingga diperkirakan kalaupun sembuh tidak bisa punya
keturunan lagi. Keadaan Samuel bukannya makin sembuh, malah semakin
parah.
BERNAZAR LAGI
Samuel
kembali berkata, “Tuhan ampuni saya, … kalau saya sembuh, saya akan
kembali melayani Engkau sepenuh waktu. Saya akan tinggalkan pekerjaan
saya, saya akan bayar nazar saya. Terimalah tubuhku yang sudah busuk
ini. Ampuni saya Tuhan….”
Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
(Mazmur 51:19)
Kalimat di atas dengan tulus dan hancur hati diucapkan seseorang yang
pernah berbuat kesalahan dan kemudian kembali kepada Tuhan. Dialah
Daud. Sejarah mencatat Tuhan memulihkan Daud. Bagaimana dengan Samuel
Irwan?
GOD IS STILL DOING MIRACLE BUSINESS
Banyak orang yang undur imannya saat doa-doanya belum dijawab oleh
Tuhan. Tidak percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan, Tuhan sanggup
menjawab doa. Tidak demikian dengan Samuel Irwan, beserta seluruh
keluarganya. Juga orang-orang yang setia mendoakannya. Mereka begitu
percaya kepada Tuhan dan belas kasihanNya,
Tanggal 23 Januari 1998, tanggal dimana Samuel diperkirakan akan
meninggal dunia, justru menjadi titik balik dalam proses kesembuhannya.
Perawat yang seperti biasa tiap pagi merawat kulit Samuel, dikagetkan
melihat kulit Samuel mulai mengering dan sembuh.
Kekagetan itu bertambah dengan pertanyaan Samuel, “Suster…., saya ini
dirumah sakit Adi Husada Kapasari Surabaya ya ?” Dengan terheran-heran,
suster balik bertanya, “Loh….kok bapak tau?”. Lalu Samuel menunjuk
dengan jarinya sebuah tulisan berwarna merah yang tertera di sprei
kasurnya sambil berkata, ”Ini ada tulisannya”. Suster gembira sekali
sambil berlari keluar memanggil dokter mata.
Semua tim dokter yang menangai penyakit SJS ini heran sekali atas apa
yang dialami Samuel. Mata bisa sembuh tanpa operasi. Bagian dalam tubuh
seperti ginjal, liver, lambung, dll semua sembuh dan normal kemnali. 2
hari kemudian Samuel sudah
bisa berjalan kembali, dan proses recovery berjalan dengan cepat.
Tidak perlu menunggu sampai 2 tahun untuk kulit Samuel menjadi normal
kembali, dan … sembuh tanpa operasi plastik (!!!) Penyakit SJS terparah
yang pernah ditangani di RS tsb, sembuh total (bahkan kini Samuel Irwan
sudah dikaruniai lagi anak perempuan ke 2, tanggal 31 Mei 1999, hanya
setahun sesudah mengalami kesembuhan).
Tuhan Yesus memang luar biasa. DAHSYAT !!!
MENETESKAN ‘ TEAR DROPS ‘ . EVERY 15 MINUTES !
Kulit
Samuel Irwan menjadi normal kembali. Tidak ada bercak atau tanda
sedikitpun yang menyiratkan bahwa ia pernah disiksa oleh penyakit kulit
ganas tsb. Kecuali matanya. Kalaupun dipaksakan untuk mengeluarkan air
mata, maka otot kelopak mata
atas dan bawah seperti diperas dan terasa sakit sekali. Sehingga mau
tidak mau, Samuel harus menggunakan tetes air mata buatan. Saat
berkotbah tiap 15 menit sekali Samuel Irwan meneteskan air mata buatan
agar matanya tidak kering dan lengket, tapi semua itu tidak menyurutkan
semangatnya melayani Tuhan. Obat tetes mata yang digunakan saat ini
adalah buatan USA “Refresh Liquidgel” berharga $24 per botol, dan habis
digunakan dalam 3 hari saja. Belum lagi karena obat ini harus dipesan
dari Singapore, maka total biaya untuk pengganti air mata yang harus
disediakan perbulan adalah sebesar Rp 3.000.000,-.
BETAPA MAHALNYA TETESAN AIR MATA !!!
Tidak
sedikit uang yang sudah dihabiskan untuk pengobatan mata dan pengadaan
air mata buatan. Selama 12 tahun tidak punya air mata (tahun 1998-2010),
biaya yang dihabiskan sudah sekitar 1,6 Milyar. Hanya untuk air mata
!!!
Itu sebabnya di awal tulisan ini saya berkata, berbahagialah kalau masih bisa menangis.
Pertama, tingkatan stress bisa diturunkan saat menangis, sehingga
kita tidak menjadi depresi. Kedua, tidak perlu bayar M-M an untuk air
mata.
Jarak pandang yang hanya sekitar 1 meter, membuat Samuel Irwan harus
membawa keker (binocular) saat berada di bandara supaya tidak salah
memilih gate dan dan membaca no pesawat.
Ada kesaksian yang luar biasa saat Samuel Irwan sedang berada di
Changi, Singapura, sedang transit menunggu pesawat ke Jepang dan
Amerika. Seorang polisi India menegur dengan keras mengira Samuel sedang
memakai kamera. Dengan tegas ia menegur, “No camera in this airport,
sir!”.
Samuel menjelaskan bahwa itu binocular untuk menolong membaca karena
matanya tidak bisa membaca jarak jauh. Singkat cerita, Samuel berusaha
meyakinkan polisi India tsb dan memperlihatkan bagaimana Tuhan Yesus
menyembuhkannya dari penyakit SJS,
sambil menunjukkan foto-foto diri saat menderita SJS yang ada di
mobile phone nya. Samuel berkata, “Tuhan menyuruh saya ke Jepang dan
Amerika untuk memberitakan kebaikanNya. Apakah Bapak bisa menolong saya
menunjukkan meja yang harus saya datangi untuk check-in?”
Apa yang terjadi? Polisi itu menangis. Ia berkata, “Sebelum saya menolong Anda, Anda harus tolong saya.”
Ternyata sehari sebelumnya polisi ini bertengkar hebat dengan
istrinya dan istrinya minta cerai. Anak mereka juga jadi anak
berandalan, tidak bisa dikendalikan. Sebuah rumah tangga yang sangat
berantakan. Ia berkata bahwa banyak orang yang menceritakan Yesus
sanggup mendamaikan keluarganya, tapi ia pikir semua itu omong kosong.
Dan sambil menyentuh tangan Samuel Irwan, polisi itu berkata, “Ini kulit
baru, sungguh ini bukti nyata.” Saat itu juga ia minta dibimbing untuk
terima Tuhan Yesus. Sesudahnya, saat mengantar Samuel Irwan boarding ia
berkata, “I never feel peace like this, … thank you.”
Di kursi pesawat, Samuel Irwan merenung…., “Tuhan….kalau memang mata
ini bisa membuat orang yang suka mengeluh menjadi bisa bersyukur, bisa
membuat orang berdosa diselamatkan…., mata saya tidak disembuhkan tidak
apa-apa Tuhan…, karena saya bersyukur mata ini bisa memuliakan Tuhan….”
MENCERITAKAN KEBAIKAN TUHAN
Melalui
semua yang dialaminya, Pdt Samuel Irwan sudah pergi ke berbagai tempat
di Indonesia , bahkan melayani sampai ke bangsa-bangsa untuk
menceritakan kebaikan Tuhan.
Banyak orang yang dijamah Tuhan dan disembuhkan, bukan hanya orang
yang sakit secara fisik, tetapi juga orang yang sehat tapi sudah jauh
dari Tuhan. Merasakan kembali kasih Tuhan dan mengambil keputusan untuk
kembali kepada Tuhan.
“DALAM KELEMAHANKU, KEKUATANNYA DINYATAKAN”
Pernah suatu ketika obat tetes mata sudah habis, sementara pesanan
dari Singapura terlambat datang. Ketika botol itu kosong, terjadi
mujizat. Setiap kali diteteskan ke mata, obat tsb masih menetes,
walaupun kalau botolnya digoncang tidak ada bunyi apa-apa karena memang
sudah kosong. Botol kosong itu terus meneteskan air mata buatan setiap
kali digunakan, sampai pesanan obat baru dari Singapura datang. Ketika
kembali diteteskan, botol kosong tsb tidak mengalirkan apa-apa lagi,
karena penggantinya sudah datang.
Jarak pandang yang hanya 1 meter tidak memupuskan semangat Samuel
Irwan untuk belajar lagi dan menyelesaikan pendidikan S1 Theologia di
STT Duta Panisal Jember. Walaupun saat kuliah harus membawa alat bantu
seperti
binocular dan kaca pembesar agar bisa membaca lebih jelas. Kegigihannya dan semangat pantang menyerah juga dibuktikan dengan
melanjutkan sampai study Magister dibidang Biblical Strata 2, dan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.
Masih belum cukup, seakan berpacu dengan waktu, Samuel Irwan
meneruskan study penggembalaan dan penginjilan di Haggai Institute
Hawaii USA. Semua dilakukan dalam segala kelemahan yang dimilikinya.
Tapi kekuatan Tuhan yang menopangnya, membuat Samuel Irwan mampu melalui
semuanya dengan baik.
GOD IS GOOD. ALL THE TIME.
Berbeda-beda
interpretasi orang yang mendengarkan kesaksian bapak Pdt Samuel Irwan
Santoso,S.Th,MA, yang sejak tahun 2006 hingga sekarang menggembalakan
jemaat di GBI Bontang, Kalimantan Timur. Tapi yang tertanam di hati
saya, adalah :
TUHAN ITU BAIK. Bahkan ketika beliau diijinkan mengidap penyakit SJS,
di mata saya itu bukanlah penghukuman karena suatu kesalahan. Tapi cara
Tuhan untuk membawa beliau kembali kepada panggilanNya. Karena besar
kemuliaanNya yang akan Dia tunjukkan kepada kita semua melalui pelayanan
beliau.
TUHAN ITU BAIK. Tuhan tidak pernah meninggalkan beliau, bahkan saat
berjalan dalam lembah bayang-bayang maut. Terbukti dari biaya pesawat
dan pengobatan ke Surabaya, (saat itu harga-harga obat melambung tinggi
karena krisis moneter), semuanya
ditanggung seorang pengusaha di Samarinda, yang bukanlah orang
percaya, tapi digerakkan hatinya oleh Tuhan untuk memikul beban itu.
Juga biaya air mata buatan yang tidak sedikit selama 12 tahun ini,
(Milyar….bo ‘ ) yang tidak mungkin sanggup dibeli oleh beliau, semua
disediakan Tuhan melalui orang yang berbeda-beda yang digerakkan hatinya
oleh Tuhan.
TUHAN ITU BAIK. Kalau teman-teman dan saya diijinkan untuk mendengar
atau membaca kesaksian ini, pasti karena Tuhan ingin kita lebih
bersyukur lagi menjalani hari-hari yang tidak semakin baik ini. Kalau
sedang menangis di hari-hari ini, bersyukurlah, karena semua air mata
kita itu gratis dari Tuhan. Bayangkan kalau kita harus bayar Rp 3 juta
per bulan hanya untuk air mata? Dan sekalipun saat ini kita sedang
menangis, Tuhan ingin kita semua tahu, bahwa Ia tidak pernah
meninggalkan perbuatan tanganNya. Melewati lembah bayang-bayang maut
sekalipun, kita tidak takut bahaya, karena Tuhan menyertai kita.
Untuk lebih lengkapnya,anda bisa melihat video berikut ini
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=kHmA7l3aENY