The Prince Journey

"Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk nenantikan saat anak-anak Allah (Lare Gusti - Jawa) dinyatakan". (Roma 8:19)

Kisah Kesetian, Inspirasi Natal


Los Felidas adalah nama sebuah jalan di salah satu ibu kota negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota . Ada sebuah kisah Natal yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang,

Cerita ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa IA bukan penduduk asli kota itu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya. Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, Tidak sampai setahun di kota itu, mereka sudah kehabisan seluruh uangnya,


Hingga suatu pagi mereka menyadari akan tinggal dimana malam nanti dengan tidak sepeserpun uang Ada dikantong. Padahal mereka sedang menggendong seorang bayi berumur satu tahun. Dalam keadaan panik Dan putus ASA, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya Dan tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing dari sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.


Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang untuk mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak malam nanti Kita akan tidur disini." Setelah mencium bayinya IA pergi. Dan itu adalah kata2nya yang terakhir karena setelah itu IA tidak pernah kembali. Tak seorangpun yang tahu dengan pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika.


Selama beberapa Hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, Dan bila malam menjelang ibu Dan anaknya tidur diemperan toko itu. Pada Hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, Dan jadilah mereka pengemis disana selama 6 bulan berikutnya.


Pada suatu Hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit Dan memutuskan untuk bekerja. Persoalan nya adalah di mana IA harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, Dan tampak amat cantik. Keliahatan nya tidak Ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu Dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka.



Suatu pagi IA berpesan pada anaknya, agar IA tidak pergi kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau yang menawarkan gula-gula. Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. "Dalam beberapa Hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, Dan Kita tidak lagi tidur dengan angin dirambut Kita".

Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, Dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya, di sebelahnya

IA meletakkan sepotong roti, kemudian, dengan Mata basah ibu itu menuju kepabrik sepatu, dimana IA bekerja sebagai pemotong kulit. Begitulah kehidupan mereka selama beberapa Hari, hingga dikantong sang Ibu. Kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh tsb.


Dengan suka cita sang Ibu menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, membayar uang muka sewa kamarnya.

Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota . Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya Dan membawanya kesebuah rumah mewah dipusat kota .

Disitu gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun. Suami istri dokter tsb memberi nama anak gadis itu Serrafona, mereka memanjakannya dengan amat sangat.

Di tengah-tengah kemewahan istana gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi Dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, Dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun IA pergi. Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, Dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat.


Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif digereja, Dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian

Setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih, yang bernama Geraldo. Setahun setelah perkawinan mereka, ayahnya wafat, Dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan Dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga Dan istana yang paling megah di kota itu.


Menjelang Hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang Ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, Dan di laci meja kerja ayahnya, IA menemukan selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, Dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar Dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian IA membuka lemarinya sendiri, Dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu tampak sesuatu yang terbungkus oleh kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan Dan bukan terbuat dari emas murni.



Almarhum ibu memberinya benda itu dengan pesan untuk tidak menghilangkan nya. Ia sempat bertanya, kalau itu anting, dimana pasangannya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting itu didekat foto. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri.

Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, dengan senyum yang dibuat-buat, belum pernah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanya annya, kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya.


Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya Dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dingin sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.



Matanya basah ketika ia keluar dari kamar Dan menghampiri suaminya, "Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkin kah ibu sekarang masih Ada di jalan setelah 25 tahun?" Ini semua adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, penerbit surat kabar Dan kantor catatan sipil. Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.


Bulan demi bulan telah berlalu, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya.

Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu dinegeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian.

Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang.

Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian. Saat itu waktu sudah memasuki masa menjelang Natal .

Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus, Dan bahkan untuk kasus Serrafona-pun, orang tidak lagi menaruh perhatian utama. Melihat pohon-pohon terang mulai menyala disana-sini, mendengar lagu-lagu Natal mulai dimainkan ditempat-tempat umum, Serrafona menjadi amat sedih.

Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan hari lahirmu, tapi ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup ini 'temukan saya dengan ibu' ".


Tuhan mendengarkan doa itu.



Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan

Ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ketempat wanita itu berada, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang,


Malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik, mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa Ibunya masih hidup dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.


Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka. "Tuhan Maha Kasih nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu nyonya, hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak terlalu banyak lagi." Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh Dan banyak angin. Rumah-rumah disepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.


Tubuh Serrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. "Cepat, Serrafonna, mama menunggumu, sayang". Ia mulai berdoa: "Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja untuknya".

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil masih berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka.

Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan".



Ketika mereka masuk dibelokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas, panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak.


Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya Dan 3 mobil polisi, di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi tempat itu.

"Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang.

Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun dari Mobil, suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya.

"Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu."

Serrafona memandang tembok dihadapannya, dan ingatan semasa kecilnya kembali menerawang saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan kembali terlintas bayangan ketika IA mulai belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya.

Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

"Tuhan", ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, "Beri kami sehari,Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Sehingga mama tidak sia-sia pernah merawat saya".

Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu kedadanya, wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri disaat ia masih muda.

"Mama....", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang selama ini ditunggunya tiap malam dan seiap hari - antara sadar Dan tidak kini menjadi kenyataan.

Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas, dengan perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk Dan menyadari bahwa itulah pasangan anting yang selama ini dicarinya dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

"Mama, saya tinggal di istana dengan makanan enak setiap hari. Mama jangan pergi, Kita bisa lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur apapun juga........ Mama jangan pergi....... ."

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan..... satu jam saja.......satu jam saja....."

Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.

Kisah Natal: Boneka untuk adikku


* Hari terakhir sebelum Natal, aku terburu-buru ke supermarket untuk membeli hadiah2 yang semula tidak direncanakan untuk dibeli. Ketika melihat orang banyak, aku mulai mengeluh: "Ini akan makan waktu selamanya, sedang masih banyak tempat yang harus kutuju" "Natal benar2
semakin menjengkelkan dari tahun ke tahun. Kuharap aku bisa berbaring, tidur, dan hanya terjaga setelahnya" Walau demikian, aku tetap berjalan menuju bagian mainan, dan di sana aku mulai mengutuki harga-harga, berpikir apakah sesudahnya semua anak akan sungguh-sungguh bermaindengan mainan yang mahal.

* Saat sedang mencari-cari, aku melihat seorang anak laki2 berusia sekitar 5 tahun, memeluk sebuah boneka. Ia terus membelai rambut boneka itu dan terlihat sangat sedih. Aku bertanya-tanya untuk siapa boneka itu. Anak itu mendekati seorang perempuan tua di dekatnya: 'Nenek, apakah engkau yakin aku tidak punya cukup uang?' Perempuan tua itu menjawab: 'Kau tahu bahwa kau tidak punya cukup uang untuk membeli boneka ini, sayang.' Kemudian Perempuan itu meminta anak itu menunggu di sana sekitar 5 menit sementara ia berkeliling ke tempat lain. Perempuan itu pergi dengan cepat. Anak laki2 itu masih menggenggam boneka itu di tangannya.

* Akhirnya, aku mendekati anak itu dan bertanya kepada siapa dia ingin memberikan boneka itu.'Ini adalah boneka yang paling disayangi adik perempuanku dan dia sangat menginginkannya pada Natal ini. Ia yakin Santa Claus akan membawa boneka ini untuknya' Aku menjawab mungkin Santa Claus akan membawa boneka untuk adiknya, dan supaya ia jangan khawatir. Tapi anak laki2 itu menjawab dengan sedih 'Tidak, Santa Claus tidak dapat membawa boneka ini ke tempat dimana adikku berada saat ini. Aku harus memberikan boneka ini kepada mama sehingga mama dapat memberikan kepadanya ketika mama sampai di sana.' Mata anak laki2 itu begitu sedih ketika mengatakan ini 'Adikku sudah pergi kepada Tuhan. Papa berkata bahwa mama juga segera pergi menghadap Tuhan, maka kukira mama dapat membawa boneka ini untuk diberikan kepada adikku.' Jantungku seakan terhenti.

* Anak laki2 itu memandangku dan berkata: 'Aku minta papa untuk memberitahu mama agar tidak pergi dulu. Aku meminta papa untuk menunggu hingga aku pulang dari supermarket.' Kemudian ia menunjukkan fotonya yang sedang tertawa. Kamudian ia berkata: 'Aku juga ingin mama membawa foto ini supaya tidak lupa padaku. Aku cinta mama dan kuharap ia tidak meninggalkan aku tapi papa berkata mama harus pergi bersama adikku.' Kemudian ia memandang dengan sedih ke boneka itu dengan diam.

* Aku meraih dompetku dengan cepat dan mengambil beberapa catatan dan berkata kepada anak itu. 'Bagaimana jika kita periksa lagi, kalau2 uangmu cukup?' 'Ok' katanya. 'Kuharap punyaku cukup.' Kutambahkan uangku pada uangnya tanpa setahunya dan kami mulai menghitung. Ternyata cukup untuk boneka itu, dan malah sisa. Anak itu berseru: 'Terima Kasih
Tuhan karena memberiku cukup uang' Kemudian ia memandangku dan menambahkan: 'Kemarin sebelum tidur aku memohon kepada Tuhan untuk memastikan bahwa aku memiliki cukup uang untuk membeli boneka ini sehingga mama bisa memberikannya kepada adikku. DIA mendengarkan aku. Aku juga ingin uangku cukup untuk membeli mawar putih buat mama, tapi aku tidak berani memohon terlalu banyak kepada Tuhan. Tapi DIA memberiku cukup untuk membeli boneka dan mawar putih.' 'Kau tahu, mamaku suka mawar putih'

* Beberapa menit kemudian, neneknya kembali dan aku berlalu dengan keretaku. Kuselesaikan belanjaku dengan suasana hati yang sepenuhnya berbeda dari saat memulainya. Aku tidak dapat menghapus anak itu dari pikiranku. Kemudian aku ingat artikel di koran lokal 2 hari yang lalu, yang menyatakan seorang pria mengendarai truk dalam kondisi mabuk dan menghantam sebuah mobil yang berisi seorang wanita muda dan seorang gadis kecil. Gadis kecil itu meninggal seketika, dan ibunya dalam kondisi kritis. Keluarganya harus memutuskan apakah harus mencabut alat penunjang kehidupan, karena wanita itu tidak akan mampu keluar dari kondisi koma. Apakah mereka keluarga dari anak laki2 ini?

* 2 hari setelah pertemuan dengan anak kecil itu, kubaca di koran bahwa wanita muda itu meninggal dunia. Aku tak dapat menghentikan diriku dan pergi membeli seikat mawar putih dan kemudian pergi ke rumah duka tempat jenasah dari wanita muda itu diperlihatkan kepada orang2 untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum penguburan. Wanita itu di sana, dalam peti matinya, menggenggam setangkai mawar putih yang cantik dengan foto anak laki2 dan boneka itu ditempatkan di atas dadanya. Kutinggalkan tempat itu dengan menangis, merasa hidupku telah berubah selamanya. Cinta yang dimiliki anak laki2 itu kepada ibu dan adiknya, sampai saat ini masih sulit untuk dibayangkan. Dalam sekejap mata, seorang pria mabuk mengambil semuanya dari anak itu.

Gadis Penjual Apel


Beberapa tahun lalu sebuah grup salesman menghadiri sebuah konfrensi di Chicago. Mereka telah berjanji kepada istri masing-masing akan tiba di rumah pada hari Jumat malam untuk makan malam bersama. Hal ini membuat mereka terburu-buru mengejar pesawat mereka sambil membawa koper-kopernya. Namun saat menuju tempat boarding pass tanpa sengaja salah seorang salesman itu menyenggol sekotak apel yang dijajakan. Apel-apel itu berhamburan kemana-mana. Namun para salesman itu tetap bergegas mengejar pesawat mereka, karena jika tidak maka mereka akan terlambat.
Tapi satu orang diantara mereka berhenti. Dia berhenti sejenak dan mengambil nafas dalam-dalam, dia mencoba mendengarkan suara hatinya, dan ia merasakan belas kasihan pada gadis yang menjual apel-apel itu. Dia segera memberitahu teman-temannya untuk berangkat tanpa dirinya, dia meminta salah satu dari mereka untuk menghubungi istrinya bahwa ia akan terlambat pulang. Pria itu kemudian kembali ke terminal dimana apel-apel tadi berhamburan ke lantai.
Pria itu bersyukur telah membuat keputusan yang benar. Gadis penjual apel itu ternyata buta! Gadis itu menangis, dan rasa frustasi terlihat jelas diwajahnya. Dia mencoba meraba-raba mencari apel-apelnya. Ia berseru meminta pertolongan untuk mengumpulkan barang dagangannya, namun tidak seorang pun yang peduli.
Salesman itu berlutut memunguti apel itu bersama gadis itu, setelah mengumpulkannya, ia membantu menatanya kembali di meja. Saat ia melihat banyak diantara apel itu yang rusak, ia memisahkannya. Saat telah selesai, ia berkata kepada gadis itu, “Ini uang 40 dolar, tolong ambil ini untuk mengganti kerusakan yang terjadi. Apakah kamu baik-baik saja?”
Gadis itu menghapus air matanya.
Pria itu kemudian berkata, “Aku harap apa yang kami lakukan tidak merusak harimu sedemikian buruk.”
Ketika pria itu hendak pergi meninggalkan gadis buta itu, gadis itu memanggilnya kembali.
”Tuan..” Pria itu berbalik menatap gadis itu.
”Apakah engkau Yesus?” tanya gadis itu.
Pria itu hanya tertegun dan tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Perlahan dia pergi ke arah penjual tiket untuk pulang kerumahnya dengan pesawat selanjutnya. Namun pertanyaan gadis itu terus terdengar di telinganya, “Apakah engkau Yesus?”
Banyak orang di dunia ini seperti gadis itu, mereka dalam keadaan buta dan membutuhkan pertolongan. Namun kita yang telah dicelikkan oleh Yesus Kristus jarang yang mau berhenti sejenak dan menolong mereka. Jika kita menyatakan mengenal Yesus, seharusnya kita berjalan dan hidup sebagaimana Yesus hidup. Sehingga ketika kehidupan seseorang bersentuhan dengan hidup kita, dia dapat merasakan kasih Yesus itu. Sudahkah hidup kita mencerminkan kehidupan Yesus?

Kisah Seorang Pelukis


Suatu hari seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan dipamerkan pada saat pernikahan Putri Diana. Ketika menyelesaikan lukisannya ia sangat senang dan terus memandangi lukisannya yang berukuran 2×8 m. Sambil memandangi, ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat ke belakang. Ia terus berjalan mundur dan di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia bisa mengakhiri hidupnya.
Seseorang melihat pemandangan tersebut dan bermaksud untuk berteriak memperingatkan pelukis tersebut, tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut malah bisa jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. Kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak. Tentu saja pelukis tersebut sangat marah dan berjalan maju hendak memukul orang tersebut. Tetapi beberapa orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.
Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari indah yang kita idamkan. Tetapi kadangkala rencana itu tidak bisa terlaksana karena Tuhan punya maksud lain yang lebih baik. Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap TUHAN atau juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui TUHAN selalu menyediakan yang terbaik. Dia melihat segala apa yang tidak kita lihat.

Cinta Yang Tak Berkesudahan


Ada seorang pria yang memiliki kekasih yang sangat dicintainya dengan sepenuh hati. Apapun dilakukan demi menunjukkan rasa cintanya pada permata hatinya ini. Suatu saat, pria ini berkata kepada kekasihnya, “Kekasihku, aku akan memberikan apapun yang kamu minta, asalkan aku menilai hal itu baik buatmu. Karena aku tidak ingin melihat engkau kecewa dengan pilihanmu yang salah”.
Hari demi hari berlalu mengiringi perjalanan cinta mereka. Pria ini tak pernah memalingkan hatinya atau melupakan kekasihnya. Sementara sang wanita merasa berbahagia memiliki pria ini. Hingga suatu hari, wanita ini meminta sesuatu dari kekasihnya. Dia menginginkan sebuah kalung dengan berlian pada liontinnya. Ketika pia ini mendengar permintaan kekasihnya, dia menolak. Dia berkata, “Kekasihku, bukannya aku tidak mau atau tidak bisa membelikanmu kalung itu. Tapi sangat berbahaya bila engkau memakai kalung itu. Bila ada orang yang gelap mata, dia akan merampas kalung itu dan kalau itu terjadi, bukan hanya kamu yang celaka, aku juga akan sangat menderita melihatmu seperti itu. Aku hanya tidak mau kamu mendapat celaka”. Tapi kekasihnya terus meminta kalung itu dan tidak mau mendengar nasehatnya. Akhirnya kalung itu pun dibeli dan dipakai oleh sang wanita.
Selang beberapa hari, apa yang ditakutkan oleh pria ini benar-benar terjadi. Ada 2 orang penjahat yang merampas kalung itu saat kekasihnya sedang mengendarai motor. Kalung itu pun terampas dan wanita ini terjatuh dari motornya. Mendengar berita ini, si pria langsung menemui kekasihnya, membawanya pulang dan mengobati lukanya. Dengan menangis, pria ini berkata, “Mengapa engkau tidak mau menuruti kata-kataku? Engkau mendapat celaka seperti ini, aku merasa sepuluh kali lebih sakit daripadamu”. Wanita ini menangis, dia menyesal dan berkata, “Maafkan aku, aku bersalah padamu karena tidak mendengar perkataanmu dan menuruti keinginanku sendiri. Aku menyesal. Maukah engkau memaafkan aku?”. Dengan penuh cinta kasih pria ini memeluk kekasihnya dan berkata, “Aku memaafkanmu sejak tadi. Aku bahagia karena aku bisa memelukmu dalam keadaan engkau masih hidup. Mulai sekarang, turutilah perkataanku karena aku tidak pernah akan membiarkanmu celaka”. Kekasihnya mengangguk dan mereka menangis bahagia…
SOBAT.. Bukankah cerita itu mirip dengan hidup kita sehari-hari yang kita lewati bersama TUHAN? Tuhan adalah pria itu dan kita adalah sang wanita. Ketika awal kita mengenal DIA, kita berkobar-kobar dan melalui setiap detik dalam hidup dengan bahagia. Tetapi dengan berjalannya waktu, saat kita menginginkan sesuatu dan memohon padaNYA, seringkali permohonan kita tidak sesuai dengan kehendak TUHAN. Tapi kita terus memaksa dan merengek seperti anak kecil. Saat TUHAN benar-benar mengabulkan permohonan kita, belum tentu itu baik buat kita. Malah bisa-bisa kita kecewa karena menuruti keinginan kita sendiri. Saat itu terjadi, barulah kita ingat padaNYA, kita menyesal dan minta ampun.
Beruntunglah karena kita memiliki ALLAH yang Maha Pengampun. Dia tidak pernah menolak bila kita memohon ampun atas semua kesalahan dan kekerasan hati kita.
TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Tetapi seringkali kita yang meninggalkanNYA. Dan apa yang DIA lakukan? Denga sabar DIA menunggu kita kembali padaNYA.
SOBAT, ingatlah :
Saat kita berhenti melangkah jauh dariNYA, maka DIA tersenyum…
Saat kita menoleh padaNYA, maka DIA tertawa…
Saat kita berbalik padaNYA, maka DIA membuka kedua tanganNYA…
Saat kita melangkah 1 Langkah ke arahNYA, maka DIA akan BERLARI 1000 LANGKAH MENGHAMPIRI KITA….
Sungguh cintaNYA pada kita takkan pernah berkesudahan..

A Man Without Tears

Kesaksian Pdt. Samuel Irwan – AIRMATAKU (tidak lagi) MENJADI MAKANANKU

Lesu aku karena mengeluh, setiap malam aku menggenangi tempat tidurku,dengan air mataku aku membanjiri ranjangku.(Mazmur 6:7)
Yaah…. air mata identik dengan masalah, kesesakan dan kesedihan hati. Kita sering mengasosiasikan orang yang sedang menangis sebagai orang yang sedang menderita, walaupun ada juga air mata bahagia…, karena saking terharunya atas suatu peristiwa yang membahagiakan hati. Tapi memang lebih banyak air mata keluar dikarenakan penderitaan.
Bani Korah menuliskan mazmur yang menunjukkan kesesakan hatinya, Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku, “Di mana Allahmu?” (Mazmur 42:4a)
sampai-sampai air mata terus mengalir tiada henti-hentinya…
Masyarakat sering menganggap orang yang mudah menangis adalah orang yang lemah hati, bahkan ada ajaran tak tertulis “Anak laki-laki sejak kecil harus diajarkan tidak boleh menunjukkan air matanya di depan orang lain”, karena terkesan lemah dan tidak jantan…
Sampai suatu hari untuk pertama kalinya…. yaaah untuk pertama kalinya saya menyadari, ‘betapa beruntungnya saya masih punya air mata ‘ . Betapa beruntungnya teman-teman , karena teman-teman masih bisa menangis…..

A MAN WITHOUT TEARS

Kesaksian Kristen
Pdt. Samuel Irwan - Saat ini - a Man Without Tears
Tanggal 14 Januari 2010 saya mendengarkan langsung kesaksian Pdt Samuel Irwan. Suatu kesaksian yang mengharu-biru.
Beliat pernah terkena penyakit kulit maha dahsyat yang sekarang meninggalkan jejak di matanya. Tidak bisa menangis lagi karena kelenjar air matanya sudah mampet akibat penyakit yang dialaminya. Melihat penampilan beliau ketika berkotbah, sepintas tidak ada perbedaan dengan orang lain pada umumnya, kecuali mata yang kelihatan agak basah …
Menelusuri kesaksiaannya, jelas sekali panggilan beliau adalah sebagai hamba Tuhan. Samuel Irwan, sejak umur 14 tahun sudah melayani Tuhan, dan setahun kemudian sudah menjadi pengkhotbah cilik. Setamat SMA, Samuel Irwan melanjutkan pendidikan di Sekolah Theologia STT Tawangmangu. Di sekolah inilah Samuel Irwan mengalami pembentukan karakter lebih lagi, dan sebelum lulus Samuel Irwan bernazar, kelak akan melayani Tuhan sepenuh waktu, di manapun Tuhan akan mengutus dan menempatkannya.
TEMPAT MULAI MENJALANI NAZAR
Kesaksian Kristen
Rumah Tinggal waktu Melayani
Setelah lulus dari STT Tawangmangu, tahun 1993 Samuel Irwan menjalani masa praktek dan ditempatkan di Kecamatan Mangkupalas, Samarinda, Kalimantan Timur. Di tempat inilah ia mulai menjalani kehidupan sebagai hamba Tuhan sepenuh waktu. Semua dijalani dengan sukacita dan penuh semangat walaupun harus meninggalkan kehidupan nyaman di Surabaya dan menjalani kehidupan yang
berat di Kalimantan dengan persembahan kasih yang sangat kecil. Hanya Rp 80.000 per bulan.
Tinggal di rumah yang sangat sederhana, banyak tikus berkeliaran, mengepel rumah, mencuci pakaian dan piring di parit, membersihkan gereja, melayani sebagai pengerja di gereja adalah kegiatan yang dijalaninya hari demi hari. Tidak terasa sudah dijalani selama 2 tahun.

MERALAT NAZAR

Kesaksian Kristen
Foto Pernikahan
“Bagaimana saya bisa berumah tangga dengan kehidupan ekonomi yang minim seperti ini? Mana ada yang mau jadi istri saya?
Mana ada orang tua yang mau memberikan anak perempuannya kepada saya? Bagaimana saya bisa menghidupi keluarga saya?”
Berbagai pertanyaan dan keluhan mulai menyesakkan hatinya di tengah-tengah kerinduan untuk mulai membina rumah tangga. Dan hatinya memang sudah mulai terpaut dengan seorang gadis cantik yang dikenalnya di pertandingan vocal group di sebuah gereja di Samarinda. Samuel Irwan mulai memikirkan untuk tidak lagi menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu. Apalagi banyak testi  anak-anak Tuhan yang sukses dalam pekerjaan tapi juga tetap setia melayani Tuhan, membuat ia memutuskan berhenti jadi
fulltimer dan mulai melamar pekerjaan sekuler.
Ketika gembala sidang bertanya tentang nazarnya, Samuel Irwan berkata, “Saya meralat nazar saya.” Airmata dan perkataan gembala sidang, “Gereja memang nggak bisa memberikan gaji besar, tapi Tuhan mampu pelihara hidupmu…..”  tidak mampu
menghentikan tekad Samuel Irwan untuk berhenti jadi fulltimer gereja.
Berbekal ijazah SMA, kemampuan komputer dan Inggris, tahun 1995, Samuel Irwan diterima bekerja di sebuah perusahaan kayu. Benar-benar mulai dari posisi bawah , hanya sebagai operator radio. Karena keuletannya dalam bekerja dan kemampuannya di bidang komputer, hanya dalam waktu 5 bulan ia diangkat menjadi kepala produksi log di perusahaan kayu itu.
Berkat finansial mulai mengalir dengan deras sehingga bisa mengontrak rumah, membeli perabotan, sepeda motor membuatnya yakin berada di track yang benar.
Menikah dengan Erna S. Tjandra, di tahun 1996 dan dikaruniakan seorang putri setahun berikutnya membuat kebahagiannya semakin lengkap. Kedudukan tinggi di perusahaan, punya istri, anak, rumah, kendaraan. What else could make him happier?
Kalau dulu saat ingin bekerja di dunia sekuler, Samuel Irwan berkata kepada Tuhan, akan melayani Tuhan sambil bekerja, sekarang keinginan melayani sudah tidak prioritas lagi. Peringatan dari hamba-hamba Tuhan yang mengingatkan akan nazarnya tidak diindahkan.
Sampai…….

STEVENS-JOHNSON SYNDROM (SJS)

2 Januari 1998, Samuel Irwan merasakan keluhan masuk angin, demam, tenggorokan sakit dan mata merah. Sepertinya sakit biasa. Berobat ke dokter mata, dan diberikan paracetamol untuk menurunkan demam. Keesokan harinya, ternyata demam tidak kunjung turun juga, malah mulai timbul bintik-bintik merah pada lengannya. Telapak tangan dan kaki terasa sakit dan nyeri jika memegang atau menginjak suatu benda keras.
Berinisiatif sendiri untuk pergi ke dokter umum dan diresepkan obat pembunuh virus Zoter 400mg karena menurut diagnosa dokter ia terkena infeksi virus ditambah dengan obat penurun panas. Samuel tidak menceritakan kepada dokter umum itu bahwa ia juga diberi beberapa jenis obat oleh dokter mata. Selain itu ia juga membeli beberapa obat flu bebas dan jamu, apa saja yang menurut pengetahuannya bisa menyembuhkan gejala-gejala yang dialaminya. Setibanya di rumah, Samuel Irwan meminum semua obat dari kedua dokter tersebut, ditambah obat bebas yang dibeli sendiri, semua dengan dosis yang tertulis, karena ingin cepat sembuh.
Akibatnya sungguh mengerikan karena mencampur sendiri beberapa jenis obat tersebut. Bintik-bintik merah itu mulai melepuh dan gosong, dan mulai merambat sampai ke dada, tengkuk, leher, muka dan kondisi mata semakin memburuk, semakin merah. Kerongkongan, rongga mulut dan lidah juga melepuh. Tidak cukup sampai di situ, kondisi ini semakin tambah parah karena di
kulit seperti ada air dan nanah yang membusuk.
Kesaksian KristenDirujuk ke RS di Samarinda, 7 Januari 1998 Samuel Irwan menjalani rawat inap. Salah seorang anggota tim dokter yang menangani, seorang dokter kulit mengatakan bahwa Samuel Irwan mengidap penyakit Stevens-Johnson Syndrome (SJS) stadium 3.
Kondisi tubuh Samuel Irwan saat itu seperti orang yang terkena luka bakar 80%. Semua bagian tubuh tidak ada yang terluput; melepuh, gosong, dan bernanah, dari kepala sampai ujung kaki, kecuali paha dan betis.

DI BATAS AKHIR KEKUATAN

Kisah KesembuhanSamuel Irwan mengingat masa itu, “Kalau sedang tidur dengan posisi miring, dan tidak hati-hati dan pelan-pelan menggerakkan wajah ke posisi lain, maka kulit muka akan tercuil dan lengket di seprei. Pediihhh sekali…..”
Demam juga tidak kunjung turun, sampai 42 derajat Celcius, sehingga kalau sedang menggigil ranjang bergoncang dengan kerasnya seperti sedang gempa bumi. Harus dimasukkan ke ruang isolasi, bukan karena SJS ini adalah penyakit menular, tetapi karena takut penyakit pasien lain menular kepada Samuel Irwan yang dapat memperburuk keadaannya.
Suatu hari mata yang selalu merah itu seperti kelilipan dan Samuel meminta suster untuk menyiram matanya dengan boorwater. Ketika bangun tidur, bukannya jadi baikan, ternyata malah kedua belah mata jadi putih semua, seperti ditutupi kertas HVS putih.
Samuel Irwan sangat marah kepada para dokter dan suster yang merawatnya. Dan juga sangat marah kepada Tuhan, “Tuhaaaan….. saya butuh mata ini untuk bekerja…..”
Saat di batas akhir kekuatannya, saat mata tidak lagi bisa dipakai untuk melihat, Samuel Irwan minta pengampunan kepada Tuhan.

HE JUST WANTED ME TO TURN BACK TO HIM

kisah mukjizat uhanDokter di Samarinda semuanya sudah angkat tangan dan merujuk Samuel Irwan ke rumah sakit di Surabaya . Malam sebelum keberangkatan ke Surabaya , Samuel Irwan menyadari panggilannya kembali. Ia memanggil gembala sidangnya yang dulu, untuk berdoa minta ampun karena lari dari Tuhan. Saat itu Samuel Irwan berjanji jika Tuhan masih beri kemurahan untuk hidup
maka ia akan melayani Tuhan sepenuhnya kembali.
Dengan bantuan seorang gembala GBI di Samarinda, Samuel Irwan dibawa ke Surabaya . Kondisi Samuel saat itu tidak bisa berjalan lagi karena kaki juga melepuh. Saat akan naik tangga pesawat, karena tidak bisa berjalan, seorang portir
yang tidak mengetahui penyakitnya, berusaha menolong dengan menggendong Samuel ke kabin pesawat. Gerakan tiba-tiba mengangkat Samuel yang sedang duduk di kursi roda, membuat kulitnya robek tertarik, dan Samuel menjerit keras sekali. Perjalanan yang sangat tidak mudah untuk sebuah harapan kesembuhan.

WALAUPUN TIADA DASAR UNTUK BERHARAP

Tim dokter yang menerima di Surabaya sangat kaget melihat kondisi tubuh Samuel Irwan. Mereka tidak menyangka kondisi Samuel sudah begitu parah sekali. Sebelumnya mereka pernah menangani pasien yang mengidap sakit SJS ini dengan kondisi hanya sepertiga dari kondisi Samuel. Pasien ini akhirnya meninggal dunia, …. apalagi Samuel?
Saat baju dibuka untuk dirontgen, kulit punggung kembali robek. Warna yang putih dipunggung adalah daging yang kelihatan akibat kulit tersobek, dan warna merah adalah darah yang keluar.
Detail hasil rontgen: lambung, pankreas, liver, bagian-bagian dalam tubuh, semuanya rusak. Sehingga diperkirakan Samuel hanya bisa bertahan 3 minggu. Karena sudah menjalani penyakit SJS ini sejak 2 Januari 1998, maka diperkirakan Samuel Irwan hanya bisa bertahan sampai 23 Januari 1998. Sehingga diminta untuk segera menghadirkan istrinya ke Surabaya , membawa anak mereka yang baru berusia 2 bulan.
Seorang dokter kulit lulusan Jerman berkata, kalaupun Samuel bisa sembuh dari penyakit SJS ini, perlu 2 tahun untuk recovery kondisi kulitnya untuk kembali seperti semula. Dokter mata, yang juga lulusan Jerman berkata, kalaupun sembuh, akan buta
selamanya, tidak ada lagi harapan untuk mata Samuel.
Tiada dasar untuk berharap, namun Samuel Irwan tetap berharap kepada Tuhan seperti Abraham dalam kitab Roma, Sebab sekalipun  tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan,
malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa  Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
(Roma 4:18-21)
“A VIRTUOUS WOMAN ‘ S PRICE IS FAR ABOVE RUBIES”
Renungan harian kristenIsteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya?  Ia lebih berharga dari pada permata.
(Amsal 31:10)
Ayat ini layak ditujukan kepada Erna Tjandra, istri dari Samuel Irwan, yang dengan tekun merawat suaminya. Tidak pernah sekalipun menunjukkan kejijikan kepada suami yang sudah sangat hancur tubuhnya. Dengan kondisi yang sudah sangat berbau busuk dan amis, tidak pernah sekalipun Erna masuk ke ruangan isolasi dengan memakai masker. Tidak pernah sekalipun. Dengan setia ia merawat borok-borok di tubuh Samuel, menyikat gigi Samuel dengan jari-jarinya, membersihkan kotoran di ranjang, semua dilakukan tanpa mengeluh dan selalu tersenyum.
Semua dilakukan dengan kasih. She showed us an unconditional love. Tidak terkira impartasi kekuatan yang diberikannya kepada sang suami yang sedang berjuang melawan maut. Erna berkali-kali menguatkan Samuel untuk tetap berharap kepada Tuhan.

PENDERITAAN TAK BERUJUNG ?

Kesaksian Mukjizat TuhanRutinitas pengobatan Samuel setiap hari juga menjadi rutinitas penderitaannya. Tubuh yang sudah melepuh, gosong, bernanah itu setiap hari harus diberi salep dan diperban. Esok paginya perban itu harus diganti. Ketika perban dibuka maka kembali
kulitnya sobek dan menempel di perban tsb. Sakit sekali, dan harus dijalani selama 1,5 jam dari pukul 9 pagi sampai 10.30 siang. Setiap hari selama 1,5 jam berteriak-teriak kesakitan. Demikian juga ketika seprei akan diganti. Kembali kulit akan tersobek dan lengket di sprei.
Dukungan dari istri dan pihak keluarga Samuel Irwan sangat besar sekali. Tak henti-hentinya mereka berdoa puasa rantai memohon kemurahan Tuhan untuk menyembuhkan Samuel.
Tapi keadaan Samuel bukannya membaik, malah bertambah parah. Ke 20 kuku di jari-jarinya copot satu persatu, telapak tangan dan kaki menggelembung berisi air, telinga dan hidung melepuh mengeluarkan darah. Berat badan turun dari 68 kg menjadi 43 kg. Sistem reproduksi juga diserang sehingga diperkirakan kalaupun sembuh tidak bisa punya keturunan lagi. Keadaan Samuel bukannya makin sembuh, malah semakin parah.

BERNAZAR LAGI

Samuel kembali berkata, “Tuhan ampuni saya, … kalau saya sembuh, saya akan kembali melayani Engkau sepenuh waktu. Saya akan tinggalkan pekerjaan saya, saya akan bayar nazar saya. Terimalah tubuhku yang sudah busuk ini. Ampuni saya Tuhan….”
Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
(Mazmur 51:19)
Kalimat di atas dengan tulus dan hancur hati diucapkan seseorang yang pernah berbuat kesalahan dan kemudian kembali kepada Tuhan. Dialah Daud. Sejarah mencatat Tuhan memulihkan Daud. Bagaimana dengan Samuel Irwan?

GOD IS STILL DOING MIRACLE BUSINESS

Banyak orang yang undur imannya saat doa-doanya belum dijawab oleh Tuhan. Tidak percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan, Tuhan sanggup menjawab doa. Tidak demikian dengan Samuel Irwan, beserta seluruh keluarganya. Juga orang-orang yang setia mendoakannya. Mereka begitu percaya kepada Tuhan dan belas kasihanNya,
Tanggal 23 Januari 1998, tanggal dimana Samuel diperkirakan akan meninggal dunia, justru menjadi titik balik dalam proses kesembuhannya. Perawat yang seperti biasa tiap pagi merawat kulit Samuel, dikagetkan melihat kulit Samuel mulai mengering dan sembuh.
Kekagetan itu bertambah dengan pertanyaan Samuel, “Suster…., saya ini dirumah sakit Adi Husada Kapasari Surabaya ya ?” Dengan terheran-heran, suster balik bertanya, “Loh….kok bapak tau?”. Lalu Samuel menunjuk dengan jarinya sebuah tulisan berwarna merah yang tertera di sprei kasurnya sambil berkata, ”Ini ada tulisannya”. Suster gembira sekali sambil berlari keluar memanggil dokter mata.
Semua tim dokter yang menangai penyakit SJS ini heran sekali atas apa yang dialami Samuel. Mata bisa sembuh tanpa operasi. Bagian dalam tubuh seperti ginjal, liver, lambung, dll semua sembuh dan normal kemnali. 2 hari kemudian Samuel sudah
bisa berjalan kembali, dan proses recovery berjalan dengan cepat. Tidak perlu menunggu sampai 2 tahun untuk kulit Samuel menjadi normal kembali, dan … sembuh tanpa operasi plastik (!!!) Penyakit SJS terparah yang pernah ditangani di RS tsb, sembuh total (bahkan kini Samuel Irwan sudah dikaruniai lagi anak perempuan ke 2, tanggal 31 Mei 1999, hanya setahun sesudah mengalami kesembuhan).
Tuhan Yesus memang luar biasa. DAHSYAT !!!

MENETESKAN ‘ TEAR DROPS ‘ . EVERY 15 MINUTES !

Renungan KristenKulit Samuel Irwan menjadi normal kembali. Tidak ada bercak atau tanda sedikitpun yang menyiratkan bahwa ia pernah disiksa oleh penyakit kulit ganas tsb. Kecuali matanya. Kalaupun dipaksakan untuk mengeluarkan air mata, maka otot kelopak mata
atas dan bawah seperti diperas dan terasa sakit sekali. Sehingga mau tidak mau, Samuel harus menggunakan tetes air mata buatan. Saat berkotbah tiap 15 menit sekali Samuel Irwan meneteskan air mata buatan agar matanya tidak kering dan lengket, tapi semua itu tidak  menyurutkan semangatnya melayani Tuhan. Obat tetes mata yang digunakan saat ini adalah buatan USA “Refresh Liquidgel” berharga $24 per botol, dan habis digunakan dalam 3 hari saja. Belum lagi karena obat ini harus dipesan dari Singapore, maka total biaya untuk pengganti air mata yang harus disediakan perbulan adalah sebesar Rp 3.000.000,-.
BETAPA MAHALNYA TETESAN AIR MATA !!!
Cerita KristenTidak sedikit uang yang sudah dihabiskan untuk pengobatan mata dan pengadaan air mata buatan. Selama 12 tahun tidak punya air mata (tahun 1998-2010), biaya yang dihabiskan sudah sekitar 1,6 Milyar. Hanya untuk air mata !!!
Itu sebabnya di awal tulisan ini saya berkata, berbahagialah kalau masih bisa menangis.
Pertama, tingkatan stress bisa diturunkan saat menangis, sehingga kita tidak menjadi depresi. Kedua, tidak perlu bayar M-M an untuk air mata.
Jarak pandang yang hanya sekitar 1 meter, membuat Samuel Irwan harus membawa keker (binocular) saat berada di bandara supaya tidak salah memilih gate dan dan membaca no pesawat.
Ada kesaksian yang luar biasa saat Samuel Irwan sedang berada di Changi, Singapura, sedang transit menunggu pesawat ke Jepang dan Amerika. Seorang polisi India menegur dengan keras mengira Samuel sedang memakai kamera. Dengan tegas ia menegur, “No camera in this airport, sir!”.
Samuel menjelaskan bahwa itu binocular untuk menolong membaca karena matanya tidak bisa membaca jarak jauh. Singkat cerita, Samuel berusaha meyakinkan polisi India tsb dan memperlihatkan bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkannya dari penyakit SJS,
sambil menunjukkan foto-foto diri saat menderita SJS yang ada di mobile phone nya. Samuel berkata, “Tuhan menyuruh saya ke Jepang dan Amerika untuk memberitakan kebaikanNya. Apakah Bapak bisa menolong saya menunjukkan meja yang harus saya datangi untuk check-in?”
Apa yang terjadi? Polisi itu menangis. Ia berkata, “Sebelum saya menolong Anda, Anda harus tolong saya.”
Ternyata sehari sebelumnya polisi ini bertengkar hebat dengan istrinya dan istrinya minta cerai. Anak mereka juga jadi anak berandalan, tidak bisa dikendalikan. Sebuah rumah tangga yang sangat berantakan. Ia berkata bahwa banyak orang yang menceritakan Yesus sanggup mendamaikan keluarganya, tapi ia pikir semua itu omong kosong. Dan sambil menyentuh tangan Samuel Irwan, polisi itu berkata, “Ini kulit baru, sungguh ini bukti nyata.” Saat itu juga ia minta dibimbing untuk terima Tuhan Yesus. Sesudahnya, saat mengantar Samuel Irwan boarding ia berkata, “I never feel peace like this, … thank you.”
Di kursi pesawat, Samuel Irwan merenung…., “Tuhan….kalau memang mata ini bisa membuat orang yang suka mengeluh menjadi bisa bersyukur, bisa membuat orang berdosa diselamatkan…., mata saya tidak disembuhkan tidak apa-apa Tuhan…, karena saya bersyukur mata ini bisa memuliakan Tuhan….”

MENCERITAKAN KEBAIKAN TUHAN

Melalui semua yang dialaminya, Pdt Samuel Irwan sudah pergi ke berbagai tempat di Indonesia , bahkan melayani sampai ke bangsa-bangsa untuk menceritakan kebaikan Tuhan.
Banyak orang yang dijamah Tuhan dan disembuhkan, bukan hanya orang yang sakit secara fisik, tetapi juga orang yang sehat tapi sudah jauh dari Tuhan. Merasakan kembali kasih Tuhan dan mengambil keputusan untuk kembali kepada Tuhan.
“DALAM KELEMAHANKU, KEKUATANNYA DINYATAKAN”
Pernah suatu ketika obat tetes mata sudah habis, sementara pesanan dari Singapura terlambat datang. Ketika botol itu kosong, terjadi mujizat. Setiap kali diteteskan ke mata, obat tsb masih menetes, walaupun kalau botolnya digoncang tidak ada bunyi apa-apa karena memang sudah kosong. Botol kosong itu terus meneteskan air mata buatan setiap kali digunakan, sampai pesanan obat baru dari Singapura datang. Ketika kembali diteteskan, botol kosong tsb tidak mengalirkan apa-apa lagi, karena penggantinya sudah datang.
Jarak pandang yang hanya 1 meter tidak memupuskan semangat Samuel Irwan untuk belajar lagi dan menyelesaikan pendidikan S1 Theologia di STT Duta Panisal Jember. Walaupun saat kuliah harus membawa alat bantu seperti
binocular dan kaca pembesar agar bisa membaca lebih jelas. Kegigihannya dan semangat pantang menyerah juga dibuktikan dengan
melanjutkan sampai study Magister dibidang Biblical Strata 2, dan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.
Masih belum cukup, seakan berpacu dengan waktu, Samuel Irwan meneruskan study penggembalaan dan penginjilan di Haggai Institute Hawaii USA. Semua dilakukan dalam segala kelemahan yang dimilikinya. Tapi kekuatan Tuhan yang menopangnya, membuat Samuel Irwan mampu melalui semuanya dengan baik.

GOD IS GOOD. ALL THE TIME.

Cerita KristenBerbeda-beda interpretasi orang yang mendengarkan kesaksian bapak Pdt Samuel Irwan Santoso,S.Th,MA, yang sejak tahun 2006 hingga sekarang menggembalakan jemaat di GBI Bontang, Kalimantan Timur. Tapi yang tertanam di hati saya, adalah :
TUHAN ITU BAIK. Bahkan ketika beliau diijinkan mengidap penyakit SJS, di mata saya itu bukanlah penghukuman karena suatu kesalahan. Tapi cara Tuhan untuk membawa beliau kembali kepada panggilanNya. Karena besar kemuliaanNya yang akan Dia tunjukkan kepada kita semua melalui pelayanan beliau.
TUHAN ITU BAIK. Tuhan tidak pernah meninggalkan beliau, bahkan saat berjalan dalam lembah bayang-bayang maut. Terbukti dari biaya pesawat dan pengobatan ke Surabaya, (saat itu harga-harga obat melambung tinggi karena krisis moneter), semuanya
ditanggung seorang pengusaha di Samarinda, yang bukanlah orang percaya, tapi digerakkan hatinya oleh Tuhan untuk memikul beban itu. Juga biaya air mata buatan yang tidak sedikit selama 12 tahun ini, (Milyar….bo ‘ ) yang tidak mungkin sanggup dibeli oleh beliau, semua disediakan Tuhan melalui orang yang berbeda-beda yang digerakkan hatinya oleh Tuhan.
TUHAN ITU BAIK. Kalau teman-teman dan saya diijinkan untuk mendengar atau membaca kesaksian ini, pasti karena Tuhan ingin kita lebih bersyukur lagi menjalani hari-hari yang tidak semakin baik ini. Kalau sedang menangis di hari-hari ini, bersyukurlah, karena semua air mata kita itu gratis dari Tuhan. Bayangkan kalau kita harus bayar Rp 3 juta per bulan hanya untuk air mata? Dan sekalipun saat ini kita sedang menangis, Tuhan ingin kita semua tahu, bahwa Ia tidak pernah meninggalkan perbuatan tanganNya. Melewati lembah bayang-bayang maut sekalipun, kita tidak takut bahaya, karena Tuhan menyertai kita.
Untuk lebih lengkapnya,anda bisa melihat video berikut ini
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=kHmA7l3aENY

Mengucap syukurlah dalam segala hal


1 Tesalonika 5:16-18; Mazmur 44:9

”Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18).

     ”Sudah jatuh tertimpa tangga kok malah disuruh mengucap syukur, ”kata seseorang. Bagi orang yang belum mengetahui rahasia hukum mengucap syukur dalam segala hal akan berkata seperti orang tersebut. Tetapi bagi orang yang mengerti hukum mengucap syukur dalam segala hal akan selalu bersuka cita senantiasa. Ini adalah hukum rohani yang bila dilakukan akan membawa dampak yang luar biasa.
     Suatu ketika George Muller seorang pemilik panti asuhan dan sekaligus seorang pahlawan iman pernah menghadapi satu keadaan tidak ada makanan sama sekali padahal waktu makan malam telah tiba. Apa yang dilakukannya? Dia dan anak-anak asuhannya mulai menata piring, sendok, garpu, gelas dan peralatan makan lainnya di atas meja makan. Kemudian Muller mulai meminta mereka duduk di tempat mereka masing-masing. Tiba-tiba ada seorang anak menceletuk, ”Mana makannya?” Dengan yakin Muller menjawab pertanyaan tersebut, ”Sebentar lagi datang.” Dia kemudian mengajak mereka berdoa mengucap syukur atas berkat yang telah diberikannya sekalipun makanannya belum ada. Setelah amin, tiba-tiba terdengar pintu diketok seseorang dan akhirnya setelah dibuka ternyata terdapat jumlah makanan yang cukup banyak. Makanlah mereka semua malam itu. Hal itu terjadi berkali-kali. Itulah kuasa dari pengucapan syukur.
     Mengucap syukur dalam keadaan baik semua orang bisa melakukannya. Tetapi mengucap syukur dalam segala hal tidak semua orang bisa melakukannya. Kita lebih mudah bersungut-sungut dari pada mengucap syukur bila keadaannya buruk. Bukan berarti kita mengucap syukur atas pekerjaan iblis yang dilancarkan kepada kita atau mengucap syukur atas malapetaka atau kemalangan yang menimpa kita. Bukan! Kita mengucap syukur bukan pada keadaannya tetapi mengucap syukur kepada Tuhan bahwa sekalipun keadaannya buruk Dia pasti menolong dan menunjukkan kebaikan-Nya kepada kita. Sehingga iblis tidak mendapat keuntungan atas kita. Mengapa? Sebab dengan mengucap syukur secara tidak langsung kita berkata Tuhan itu besar, baik dan dahsyat dan iblis atau masalah itu kecil. Dan akhirnya Dia mengubah keadaan yang buruk menjadi yang baik bagi kita.
     Bagaimana dengan Anda? Apakah keadaan yang buruk sanggup menghentikan mulut Anda mengucap syukur? Mengucap syukur (bukan bersungut-sungut!) adalah kehendak Allah atas hidup kita.

Renungan:
     Berhentilah bersungut-sungut bila Anda ingin melihat persoalaan Anda selesai. Mengucap syukurlah maka Tuhan akan bertindak menolong Anda. Haleluya!!!

Mengucap syukur adalah gaya hidup mereka yang berjalan dalam iman.

"REMEMBER ME THIS WAY" (Ochie Manik)

Monday, October 31, 2011

"REMEMBER ME THIS WAY" (Ochie Manik)




14 Januari 2011 saya memposting artikel berjudul "Remember Me This Way". Benar-benar tidak terpikir kalau 10 bulan kemudian saya akan menulis artikel dengan judul yang sama.
Kalau artikel di bulan Januari hanyalah sebuah perenungan, maka judul yang sama di bulan Oktober ini adalah sebuah true story.

Q: How would you like to be remembered?
A: You choose.

Pilihan bukan di tangan orang yang akan mengingat kita.
Sebaliknya, bagaimana kita ingin diingat orang lain?
Seperti apa kita ingin dikenang oleh orang-orang yang dekat dengan kita, sahabat-sahabat kita, atau orang yang pernah berinteraksi dengan kita ?
Pilihan ada di tangan kita.. Pilihan ada di tangan Anda.


WHEN GOD DOESN'T MAKE SENSE



Terlahir 31 Maret 1997 dengan nama Yosephine Priskila Taruli Manik, dan memiliki panggilan sayang Ochie, sebagai putri pertama dari 2 bersaudara. Membaca nama keluarga Manik di belakang namanya, mungkin teman-teman berpikir apakah memiliki hubungan keluarga dengan saya.
Ya....benar sekali, Ochie adalah keponakan kandung saya.
Putri sulung dari abang saya.
Semua mengenalnya sebagai anak yang cantik, baik hati, sopan, suka tersenyum, suka menolong teman dan sangat suka belajar.
Saya ingat semasa balita, orang-orang senang mencubit pipinya karena sangat cantik dan menggemaskan.






Desember 2010, saya mendapat kabar kalau Ochie demam tinggi, dan ketika dibawa ke RS, hasil pemeriksaan menyatakan mengidap penyakit LEUKEMIA. KANKER DARAH. Seperti petir di siang bolong. Begitu tiba-tiba.
Ochie menjalani perawatan intensif di sebuah Rumah Sakit khusus kanker di Subang, Malaysia. Dan dipastikan, ya... memang Ochie menderita penyakit Leukemia. Perkiraan dokter waktu itu hanya butuh beberapa bulan saja untuk menangani penyakit tsb.

Bulan demi bulan dilalui, ternyata penyakit ini tidak mudah untuk diatasi. tidak seperti perkiraaan dokter semula. Leukemia yang diderita Ochie sangat agresif sekali.

Meskipun begitu, anak yang suka tersenyum ini, benar-benar menunjukkan perjuangannya melawan penyakit yang sangat ganas ini. Berkali-kali menjalani kemoterapi, hingga semua rambut rontok, dan berbagai tindakan medis lainnya, yang sangat menyakiti tubuh anak belasan tahun ini, tidak mampu melumpuhkan semangat hidupnya.
Ada 1 jenis obat yang bila diminum akan membuat Ochie kesakitan dari ujung kepala sampai ujung kaki, tapi tidak pernah ia menolak atau enggan untuk mengkonsumsi obat tsb.
Semangat hidupnya tergambar jelas dalam salah satu status di twitternya, Ochie menulis :


"I HAVE CANCER, I HATE CANCER,  AND I'M KILLING CANCER"



Semua keluarga yang menyaksikan perjuangannya setuju bahwa Ochie tidak mau diintimidasi oleh penyakitnya. Tidak sekalipun kelihatan anak kecil ini mengeluh. Setiap orang yang membesuknya selalu melihat senyuman menghiasi wajah Ochie.
Padahal semua orang tahu bagaimana rasa sakit yang dideritanya.

Banyak pasien lain yang mengalami derita seperti Ochie, mulai patah semangat, murung, dan tidak mau makan. Ochie sebaliknya, selalu tersenyum. < Photo di atas diambil ketika Ochie dirawat di  ICU>

Apapun yang disediakan dia makan dengan lahap (kita bisa terkecoh, dan menyangka makanan yang dimakannya sangat lezat).
Nggak heran, badannya bukan semakin kurus, malah lebih gemuk dan segar daripada sebelum didiagnosa Leukemia.
Suatu ketika, melihat Ochie yang makan dengan sangat lahap, mamanya ingin mencicipi makanannya tersebut, dan akhirnya menyadari ternyata makanan itu sangat plain, tidak seperti yang dibayangkan.
Sang mama menangis dalam hati menyadari betapa putrinya ini sangat berjuang melawan Leukemia.


"MAMA, RUMAH BARUKU SUDAH SELESAI...."



Setelah 10 bulan berjuang, akhirnya Ochie menghembuskan nafas terakhir,
4 Oktober 2011 di tengah keluarga yang mengasihinya. Ia sempat berpesan kepada adiknya Catherine supaya menjaga kesehatannya, Ochie sempat memeluk erat papanya, dan ia juga mengucapkan terimakasih kepada mama yang tidak pernah lelah menemani dan merawatnya selama sakit.

Banyak orang yang mengenalnya menangis dan bertanya "WHY GOD?"

Selama 10 bulan semua keluarga tahu bagaimana Ochie dan seluruh keluarga berdoa kepada Tuhan memohon kesembuhan. Papanya meninggalkan pekerjaannya selama 10 bulan untuk bisa mendampingi Ochie, sang mama juga selalu ada di sampingnya, merawat Ochie sambil tekun berdoa memohon kemurahan Tuhan untuk kesembuhan anak terkasih.
Setiap pagi dan malam di RS mereka membaca firman Tuhan, memuji, menyembah dan berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan. Keluarga ini masuk dalam keintiman yang sangat dalam kepada Tuhan, yang belum pernah mereka alami sebelumnya.

Mulai dari dokter, suster, bahkan janitor di RS negeri tetangga ini pun mengasihi anak kecil yang tabah, dan suka tersenyum ini.



Ochie menjadi pasien favorit di RS.
Ada keluarga pasien lain yang sama-sama menderita Leukemia, berwarganegara Malaysia, juga sangat mengasihi Ochie. Sering membeli keperluan-keperluan Ochie, membawakan makanan untuk Ochie.
Semua orang yang mengenalnya di sana mengasihinya..

Muncul pertanyaan, kalau manusia saja sangat mengasihi Ochie, masakan Tuhan tidak menunjukkan belas kasihnya dengan menyembuhkan Ochie?
Mengapa Tuhan? Bukankah Ochie anak yang baik? Bukankah ia meminta dengan sangat supaya Engkau menyembuhkannya? Ohhh Tuhan, .... bagaimana mungkin anak yang Kau beri otak yang pintar (angka-angka yang menghiasi raportnya rata-rata angka 9) tidak Engkau beri kesempatan berkarya bagi Tuhan lebih lagi? Ohhh Tuhan,,,,,,, Air mata membanjiri hati keluarga, dan teman-teman yang mengasihi Ochie.

Saya sebagai tantenya juga sangat berduka.
Semalam sebelum kepergiannya, saya menangis berdoa di hadapan Tuhan, dengan berpegang kepada 1 ayat firman Tuhan saya berdoa "Tuhan, jangan ambil Ochie di pertengahan umurnya. Ijinkan dia menggenapi seluruh rencanaMu dalam hidupnya"

Ditengah-tengah galaunya pikiran yang dipenuhi pertanyaan "kenapa ?", satu kesaksian yang membuat hati saya bisa berkata "God makes sense" (sekalipun belum mengerti) adalah ketika kemudian mendengar bahwa 2 hari sebelum pulang ke rumah Bapa, Ochie berkata kepada mamanya,  
"Mama, .... rumah baruku sudah selesai."

Yesus sudah menyediakan rumah baru untuk Ochie, sehingga Ochie harus pulang. Pertandingannya sudah selesai. Ochie sudah sampai garis FINISH.



"REMEMBER ME THIS WAY"
(a true story of Yosephine Priskila Taruli "OCHIE" Manik)




Selama berada di rumah duka, saya melihat banyak sekali orang-orang yang mengasihi Ochie. Berbagai kalangan berusaha menunjukkan simpati.
Teman-teman sekolah yang sudah 10 bulan tidak ditemuinya, menyempatkan diri datang ke rumah duka mengucapkan perpisahan terakhir kali.
Bahkan menulis lagu perpisahan dan menyanyikannya untuk Ochie.
Mereka juga minta ijin kepada pihak sekolah agar diberi kesempatan mengantarkan Ochie ke tempat peristirahatan terakhir. Tidak hanya berseragam putih-biru selayaknya siswa SMP, bahkan banyak yang berseragam putih-abu-abu, siswa SMA. Panas terik cuaca saat itu tidak mengurungkan niat mereka untuk ikut sampai ke tempat Ochie akan dikebumikan.

Guru yang pernah mengajarnya ketika masih TK juga datang ke rumah duka. Kalau bukan karena Ochie anak yang menyenangkan, tidak mungkin guru yang mengajarnya 10 tahun yang lalu masih ingat kepadanya. Orangtua teman-temannya juga menyempatkan diri untuk menyampaikan kesaksian mereka tentang Ochie. Melihat banyaknya teman dan saudara yang mengasihinya, kita mungkin cenderung akan mengingat Ochie sebagai anak yang baik, supel, pintar bergaul, sehingga dikasihi semua.

Apakah seperti itu Ochie ingin diingat?
Sebagai seseorang yang baik dan menyenangkan ?



SHE LEFT HER FOOTPRINTS : HER DIARY



Sampai saya melihat sebuah diary, yang selama Ochie sakit dipenuhi dengan tulisan-tulisan tangannya.
Sebelum membuka halaman demi halaman yang ada di dalam diary itu, apa yang ada dalam benak Anda?

Pastilah isi dari diary itu kira-kira seperti ini:
Dear Diary..... hari ini aku merasakan sakit yang luar biasa, .... aku sudah nggak kuat lagi ...
Dear Diary ......kenapa ya Tuhan mengijinkan aku mengalami sakit ini?
Dear Diary... kok aku nggak sembuh-sembuh ? Tuhan kenapa nggak tolong Ochie? Apa Tuhan nggak sayang sama Ochie?


TERNYATA  ...............



Yang saya temukan dalam halaman demi halaman, adalah tulisan tangan yang sangat rapi. Semua diberi garis tepi. Dan semua tulisan itu adalah alamat ayat Alkitab berikut isinya, yang selama 10 bulan Ochie berjuang telah memberi kekuatan, pengharapan, dan pengucapan syukur.

Kapan Ochie menuliskan ayat-ayat di dalam Diary ini ?
Apakah ketika ia sedang dalam kondisi agak fit ? Yang sangat jarang terjadi?
Papanya bersaksi, bukan hanya ketika kondisinya baik, bahkan ketika merasa sakit pun Ochie tetap menuliskan ayat-ayat firman Tuhan yang menguatkan imannya.

Di antara ayat-ayat tersebut ada yang diberi kotak merah :

Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada.
(Mazmur 104:33)






Saat membalik lembar demi lembar diary ini, saya bisa merasakan pergumulannya, pengharapannya, bisa merasakan kasihnya, bisa merasakan kebergantungan Ochie kepada Tuhan.
Karena Ochie tetap menulis bahkan ketika ia sedang di tengah rasa sakit yang hebat, saya bisa merasakan sukacitanya sekalipun doanya belum dijawab. Saya bisa merasakan pengucapan syukurnya, sekalipun Ochie tidak melihat adanya fakta untuk mengucap syukur.

Rasa penasaran saya membuat saya terus membuka halaman demi halaman sampai tulisan tangannya yang terakhir. Saya menghitung.

Semuanya ada  101  halaman yang berisi tulisan tangannya.
Total ada  599  ayat dari Alkitab yang ditulisnya ulang di diary ini.



WHAT WOULD YOU DO WHEN GOD DOESN'T MAKE SENSE ?


Kebanyakan orang akan complain. Mengeluh. Bersungut-sungut. Atau marah kepada Tuhan. Itu yang dilakukan jutaan bangsa Israel ketika berjalan keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian.

FOOTPRINTS mereka adalah COMPLAINING.

Banyak kejadian dimana kelihatannya tindakan Tuhan tidak makes sense.
Kenapa harus berputar kembali dan terpojok di tepi Laut Teberau menghadapi serbuan tentara Mesir ? Kenapa hanya ada manna?
Kenapa harus menghadapi kehausan dan kekurangan air di padang gurun?
Kenapa Musa yang diangkat menjadi pemimpin?

Saya menemukan kata 'COMPLAIN' di perjalanan bangsa Israel tersebut lebih banyak dari pada kata 'PRAISE' atau ucapan syukur.

Apa yang dialami Ochie, bagi kami keluarganya, bagi teman-teman yang mengasihinya, sepertinya nggak masuk akal.
Tapi kalau teman-teman membaca diary Ochie, teman-teman akan melihat sosok seorang anak yang berusaha tetap mengucap syukur sekalipun nggak mengerti kenapa semuanya Tuhan ijinkan terjadi.

599 ayat Alkitab yang ditulisnya menggambarkan isi hati Ochie yang mungkin tidak pernah diungkapkannya kepada orang lain. Tapi diungkapkannya dihadapan Tuhan, Penciptanya.


STOP COMPLAINING. START PRAISING.





Beberapa hari setelah Ochie dikebumikan, papanya menemukan di ipod Ochie, chatting Ochie dengan seorang temannya di Direct Message twitter.
Percakapan dengan adik kelas yang menderita kanker otak dan sama seperti Ochie harus menjalani kemoterapi dan mengalami rasa sakit yang mungkin hampir mirip dengan Ochie.
Sang adik kelas mengeluhkan tentang rasa sakit tersebut, merasa putus asa atas siksaan yang tak kunjung reda.
Apa yang Ochie tuliskan di situ?

Ochie menghibur adik kelasnya, mengatakan: "Jangan percaya perkataan vonis dokter .... Tuhan Yesus lebih berkuasa. Tuhan Yesus itu baik....."
Dan ketika papa Ochie melihat tanggal postingan chatting-chatting tersebut, air mata menetes.
Itu adalah tanggal-tanggal dimana puterinya sedang merasa kesakitan,
itu adalah hari-hari dimana Ochie belum melihat tangan Tuhan menolong....
tapi Ochie menghibur temannya seolah-olah dia sudah mengalami jawaban, Ochie menguatkan sahabatnya seolah-olah dia sendiri sudah mengalami kesembuhan.

Ketika dokter di Singapore berkata bone marrow Ochie sudah rusak, Ochie menyatakan imannya di status twitternya:  
"Kata dokter bone marrowku rusak, tapi kata Tuhan Yesus tidak."

Bahkan ketika ujung dari perjuangannya, ... akhir dari imannya bukanlah kesembuhan, Ochie tidak complain, tapi mengucap syukur dalam segala keadaan. Dia percayakan hidupnya kepada PenciptaNya.

Apa yang akan kita lakukan saat apa yang Tuhan ijinkan nggak masuk akal?

Stop complaining. Start praising.
GOD HAS REASONS WE CANNOT SEE.

Karena Tuhan berjanji bagi semua umatNya, Dia tidak pernah merancangkan kecelakaan even yang kita lihat sepertinya kecelakaan.
Melainkan rancangan damai sejahtera yang membawa kita kepada hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11)



KEEP REJOICING. KEEP PRAYING. KEEP THANKING.










Ochie hanya 14 tahun hadir di dunia ini.
Kehadirannya yang singkat mengajarkan saya banyak hal.
Untuk tetap percaya bahwa Tuhan itu baik, ... apapun kenyataan di hadapan.

Apa yang saya baca dari diary tersebut membuat saya mengerti seperti apa Ochie ingin dikenang.
Bukan semata sebagai anak dan kakak yang penurut dan baik, bukan hanya sebagai teman yang setia, bukan hanya sebagai murid yang pintar dan rajin, tetapi lebih dari pada itu semua, .......






Remember me this way.
As a little girl who always rejoicing
always pray without ceasing
and always give thanks to God in everything    

(Ochie Manik)






P.S. Tulisan ini didedikasikan untuk: 
Andrika G.Manik, Ellys Silalahi, dan Catherine Manik.

Air mata belum lagi kering, tapi berbahagialah karena kalian adalah orangtua yang diberkati memiliki puteri seperti Ochie, dan adik yang harus bangga memiliki kakak yang teguh imannya seperti kak Ochie. 
Apa yang diperbuat Ochie dalam waktu yang singkat, telah memberkati banyak orang untuk tidak menyerah dan tetap menaruh percaya dan harap kepada Tuhan Yesus yang baik. Sambil tetap menugucap syukur kepadaNya dalam segala keadaan.



All blessings,

Julita Manik
Copy from: Julita's Blog http://julitamanik.blogspot.com